Monday, July 6, 2020

Kemungkinan Terburuk dalam Hidup

Beberapa bulan lalu saya di-PHK (wehehe akhirnya nulis juga tentang ini). Tabungan menipis, hidup penuh ketidakpastian, dan lain sebagainya. Tapi di masa ini saya justru malah berlatih banget bersyukur. Karena masih ada keluarga dan rumah orang tua untuk 'pulang'. Ada teman-teman yang dekat maupun tidak, sangat banyak membantu saya. Kadang kita (saya) seperti 'harus' membandingkan penderitaan kita dengan orang lain, untuk merasa: "duh hidupku tidak seburuk dia". Sebenarnya, saya rasa ini agak tidak sehat, tapi apalah, perbandingan memang sering kali tidak terhindarkan.

Belakangan saya seperti 'digugah' dua kisah yang saya temukan di sosial media.

Kisah pertama tentang Mas Kris. Seorang warganet pengguna twitter bernama Mbak Lulu mengungkapkan bahwa ia sering berbagi dengan seorang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di sebuah tanah kosong di Jogjakarta. ODGJ tersebut juga hidup bersama anak-anak kucing yang telantar. Atas kekuatan internet. Seorang kawan lama ODGJ tersebut mengontak Mbak Lulu. Ternyata, ODGJ tersebut bernama Mas Kris, ia berasal dari Sumatera Utara dan kemudian merantau untuk bekerja di Jogjakarta. Nahas, Mas Kris kerap dibully di pekerjaannya hingga akhirnya ia juga kehilangan dokumen-dokumen pribadinya. Kemudian dia 'hilang' tanpa kabar. Setelah ketemu setahun kemudian ternyata Mas Kris ini menggelandang dan tinggal di sebuah pekarangan kosong bersama kucing-kucing liar. Beruntung ia dibantu Mbak Lulu dan akhirnya kisahnya viral. Mas Kris pun 'ditemukan' dan akhirnya dirawat teman lamanya. Power of internet.

Sayang sekali pas saya nulis ini thread viralnya sudah dihapus sama Mba Lulu.

Kisah kedua adalah cuplikan video BBC tentang seorang pembersih rumah di Korea Selatan. Ia spesial karena sering membersihkan rumah yang baru 'ditinggalkan' penghuninya selama-lamanya. Alias, penghuni rumah tersebut meninggal dunia. Yang bikin sedih, kebanyakan penghuni rumah tersebut bunuh diri, dan kebanyakan tinggal sendirian. Kita semua tahu bahwa bunuh diri adalah 'tahap akhir' dari terganggunya kesehatan mental. Mungkin orang tersebut benar-benar sudah tidak tahu hendak minta tolong pada siapa.



Kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran memang 'berat'. Bahkan kata skala stres Holmes dan Rahe, hal ini termasuk stressor nomer delapan, masuk sepuluh besar lah. Lalu apa yang saya rasakan? kecewa iya, tapi balik lagi saya masih memiliki 'safety net': tabungan, orang tua, dan teman-teman.

Saya kemudian memetakan kemungkinan-kemungkinan dalam hidup.
Kapan tabungan saya akan habis?
Siapa yang bisa saya hubungi untuk meminta referensi pekerjaan?
Usaha sampingan apa yang bisa saya lakukan?
Hal-hal apa yang selama ini ingin saya lakukan tapi tidak bisa karena sibuk bekerja?
dan lain sebagainya

Semua hal di atas datang dengan spektrum paling mujur hingga paling apes.

Dengan memetakan semuanya, saya harap dengan demikian, saya tahu apa yang harus saya lakukan dan jangan sampe berakhir seperti dua kisah di atas. AMIT-AMIT, huhu *ketok meja 3 kali*, hahaha.

Doain saya ya netizen!


No comments:

Post a Comment