Sunday, January 27, 2019

Tentang Umur dan Mengingat Kematian

Kemarin sahabat saya mengunggah foto aqiqah anak pertamanya. Ayah dan Ibu anak itu adalah sahabat saya di bangku kuliah. Pikiran yang pertama menghatam saya adalah "anjir gue udah tua"

Apatah hidup selain siklus lahir, tumbuh dewasa, menikah, melahirkan anak kemudian mati.

Jika Tuhan mengijinkan saya akan berusia tepat 25 tahun ini. Umur yang dulu (saat saya kecil) selalu menjadi tolak ukur umur tua. Dulu saya kira di umur ini saya sudah akan sudah menikah, belum punya anak dan tinggal di apartemen (para pemilik modal bergumam: hahaha, Tidak semudah itu Ferguso).

Tapi kemudian mati bukanlah soal usia. Saya ingat kakak kelas saya meninggal di usia 20 saat mengendarai motor. Nabi Muhammad meninggal pada usia 63 tahun. Kakek saya meninggal di usia lebih dari itu.

Apakah umur panjang adalah keberuntungan? atau mati muda kah?. Apakah kematian membebaskan dan hidup adalah hukuman.

Selamat hidup

Valar Morghulis

Tuesday, January 22, 2019

Don't Sweat the Small Things

Kemarin saya pulang naik kereta bersama teman saya. Ketika kami sedang membahas tentang moda transportasi apa yang paling ideal untuk pergi dan pulang ke kantor, teman saya ini mengeluh "Aku tuh males banget kalau nunggu taksi online lama, tapi kalau supirnya yang nunggu aku juga ga enak". Saya berpikir memang ada benarnya juga pendapat teman saya ini. Tapi... apa iya ya kita harus sebegitu memikirkan hal-hal kecil seperti itu sampai membuat kita stres.


Saya jadi ingat prinsip Marie Kondo dalam beres-beres atau tidying. Is this item sparks joy? Begitu pula untuk orang yang punya kecenderungan overthinking seperti saya. Belakangan saya memilih mengeliminasi pikiran-pikiran yang tidak terlalu penting. Karena tinggal dan bekerja di kota besar sudah membuat hidup saya memiliki banyak hassles. Hehe

Jadi apa saja hal-hal yang membuat hidupmu sparks joy?

Sunday, January 13, 2019

What is There Beyond Money?

Beberapa hari belakangan saya punya kuota gratisan untuk nonton youtube, jadilah saya berjam-jam mantengin dari satu video ke video lain. Hingga saya stumbled upon satu video ini, penny pinchers alias orang-orang yang super ngirit demi bisa pensiun dini. Kesan pertama yang gue pikirin adalah: "harus banget ya hidup kayak gitu?"

ini video yang gue maksud

Kemudian suggested video di youtube mengarahkan gue untuk menonton berbagai topik serupa mulai tentang homeless, biaya hidup di berbagai kota, frugal lifestyle hingga perencanaan pensiun. Semua konten itu membuat gue makin cemas tentang finansial. Hahaha.

Langkah pertama yang gue lakukan setelah kecemasan tadi adalah: membuat budget bulanan sedetil-detilnya, biasanya gue membuat budget tapi cuma estimasi kasar aja jadi sering miss dan bocor sana sini. jadi untuk budget versi terbaru ini gue bahkan menghitung pos untuk laundry dan beli kuota. haha, semoga gue disiplin yaa kali ini *fingercrossed*

Langkah kedua adalah STOP BELI LIPSTIK !!!. Bulan Desember kemaren gue berhasil gak beli lipstik sama sekali (tapi beli skincare dan baju dan jilbab, dodol emang). Intinya dengan budget tadi gue berusaha untuk mengurangi konsumerisme. Stok skincare, make up dan personal care kayak sabun dan shampoo yang gue punya saat ini kayaknya cukup buat 6 bulan hingga setahun ke depan. Astaghfirullah 333 kali

Langkah ketiga adalah mulai memikirkan beli rumah?. Kedengerannya halu banget ya, tapi justru ini lebih realistis daripada pikiran kekanak-kanakan gue bahwa suatu hari nanti gue bakal tinggal di rumah yang dibeliin suami gue atau menunggu warisan dari bokap cair, wkwkwk. Intinya abis nonton video tentang homelessness gue bahkan takut nanti pas tua gue bakal jadi homeless kalo gak nyicil rumah dari sekarang. Jk


salah satu video tentang homeless


Ohiya GUE JUGA UNINSTALL INSTAGRAM, hahaha. Karena setelah dipikir-pikir instagram adalah penyebab perilaku konsumtif gue secara langsung maupun tidak langsung. secara langsung tentunya karena ngabisin banyak banget kuota, secara tidak langsung adalah racun bertebaran dari mba2 influencer yang senantiasa menguras rekening sayah.

Kemudian setelah kecemasan tadi lewat gue berkontemplasi, kenapa ya manusia bisa sebegitu cemasnya soal uang, padahal uang hanyalah alat tukar bikinan manusia, kenapa selembar kertas atau angka dalam rekening kita sukses menjadi salah satu standar baku untuk mimpi dan tujuan sekian banyak manusia? wedeh, night time philosopher right here.

Mungkin judul dari post ini adalah pertanyaan yang akan gue ajukan kepada diri sendiri dan siapapun yang kebetulan baca tulisan ini.

And then yesterday I stumbled upon this verse
  1. قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَqul ing kāna ābā`ukum wa abnā`ukum wa ikhwānukum wa azwājukum wa 'asyīratukum wa amwāluniqtaraftumụhā wa tijāratun takhsyauna kasādahā wa masākinu tarḍaunahā aḥabba ilaikum minallāhi wa rasụlihī wa jihādin fī sabīlihī fa tarabbaṣụ ḥattā ya`tiyallāhu bi`amrih, wallāhu lā yahdil-qaumal-fāsiqīnKatakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 24)
  2. Xoxo