Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Tuesday, July 12, 2022

Tiga Lingkaran Kehidupan

Beberapa waktu lalu, saya mendapat proyek untuk membuat sejumlah modul untuk sebuah perusahaan. Salah satu modulnya adalah tentang sikap proaktif. Karena brief dari rekan saya cukup jelas, bahwa modul harus dibuat dengan bahasa yang mudah dipahami dan populer. Saya mengambil satu literatur populer yang ada di ‘top of mind’ saya. Stephen R. Covey dalam bukunya, 7 Habits of Highly Effective People (sebuah cult classic dan pionir dalam genre self help) memuat sikap proaktif sebagai habits pertama untuk diamalkan oleh manusia jika ingin ‘highly effective’. Dalam sub-bab proaktif ini, Covey mengemukakan sebuah konsep yang menurut saya sangat powerful, yaitu circle of concern.



Ilustrasi yang paling mudah dibuat oleh Mas Sabrang dalam menjelaskan 3 lingkaran di atas, circle of control adalah ketika kita mengendarai motor, jalannya motor sepenuhnya ada dalam kendali kita. Circle of influence adalah ketika kita membonceng motor, kita tidak bisa mengendalikan motor, namun kita bisa memberitahu pengemudi arah yang benar, saran rute yang lebih baik, kapan mau berhenti, dan lain sebagainya. Circle of concern terjadi kita papasan dengan motor lain, atau hanya melihatnya dari pinggir jalan, kita bisa saja khawatir motor itu jalannya oleng atau hampir menabrak sesuatu, tapi kita tentu tidak bisa melakukan banyak hal.


Mengenal framework ini cukup membantu saya dalam mengelola pikiran yang selama ini kerap dilabeli ‘overthinking’. Saya sering baper saat memikirkan hal-hal yang ‘jauh’ dari saya. Misalnya saya pernah sangat sedih hingga mengalami emotional breakdown ketika mendengar kabar seorang aktivis ditangkap oleh polisi atas protesnya pada pemerintah, atau hati saya yang selalu merasa teriris saat melihat tuna wisma di jalanan Jakarta. Kenal juga tidak, ngapain sepeduli itu? Lebay ah.


Simpati saya yang mungkin berlebihan tadi tidak selamanya buruk, hal-hal itulah yang kemudian menjadi drive saya dalam bertindak, memilih pekerjaan, dan keputusan untuk belajar lebih lanjut tentang kebijakan publik misalnya, namun saya masih sering ‘terlalu baper’ dalam perjalanannya.


Pada banyak contoh yang beredar, circle of concern diumpamakan sebagai hal yang benar-benar di luar kontrol kita. Keputusan pemerintah sering ditempatkan pada lingkaran ini, kemacetan, mahalnya biaya kesehatan, dan ekonomi yang memburuk seolah-olah hanya bisa masuk pada lingkaran kepedulian kita.


Menarik atau merelakan


Lantas apa? Kita harus ingat bahwa esensi sikap proaktif menurut Covey adalah memperbesar circle of influence kita. Apa yang dapat kita lakukan sebagai warga negara ketika melihat ‘ketidaknyamanan’ yang mengusik circle of control kita? Diam saja, atau menariknya ke circle of influence kita?. Hingga kini saya masih mencoba menavigasi dua strategi ini, memutuskan secara sadar untuk berbuat sesuatu atasnya, atau merelakan. Tapi masa sih sekadar merelakan? Sesusah itu ya bestie legowo :’)


Kemudian saya teringat salah satu hadits arbain yang cukup populer, bahkan pernah dikutip oleh Joe Biden ketika kampanye sebagai calon presiden Amerika Serikat. 


Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]


Maka ijinkan saya meredefinisi konsep circle of concern a la Stephen Covey menjadi:


Circle of Concern : Lingkaran doa

Circle of Influence : Lingkaran dakwah

Circle of control : Lingkaran amal


maaf ya gambarnya jelek wkwk


Jika belum mampu untuk beramal atau bahkan ‘berdakwah’ atas sesuatu yang kita pedulikan, maka semoga kita senantiasa dimampukan untuk mendoakannya.


Aamiin.


Saturday, June 11, 2022

Bekal Perjalanan

Aku lagi di kosan Arin dan tiba-tiba listrik mati setelah petir besar menyambar di tengah hujan deras.

Artinya aku gak bisa menyelesaikan tugas yang sebentar lagi deadline karena sinyal HP juga jadi H doang, gak bisa buat internetan.


Kemarin waktu aku packing buat ke Jogja ini, seperti biasa aku cenderung over-packing, membawa baju-baju yang mungkin gak akan terpakai dan barang-barang lain yang kebanyakan. Sudah begitu, ada saja barang yang terasa penting buat dibawa eh malah ketinggalan.


Untungnya karena cukup sering berpergian, aku menemukan formula yang cukup praktis dalam packing, satu koper, satu ransel, dan satu tas selempang. Semuanya cukup aku bawa sendiri tanpa merasa repot.


Tentang bekal perjalanan di dunia (literally) belakangan aku juga terkesima dengan sebuah channel YouTube: thruhikers yang menceritakan sepasang suami istri yang melakukan perjalanan hiking lintas negara, dari Meksiko, Amerika Serikat, hingga Kanada! Berjalan kaki! Tentu kondisi hiking membuat thruhikers tidak bisa membawa bekal yang banyak. Sehingga mereka merencanakan bekal dengan sangat cermat. Misalnya untuk urusan logistik makanan, mereka mendehidrasi atau mengeringkan beberapa bahan makanan agar lebih awet, kemudian mengirimkan bahan makanan tersebut secara bertahap ke kantor pos di kota-kota yang akan mereka singgahi.


Sungguh sangat strategis dan cermat. 


Mengenai perbekalan ini saya juga excited mengikuti YouTube series yang dibuat oleh Ryan Trahan, kali ini ia memiliki misi mengantarkan koin satu sen ke YouTuber lain, Mr. Beast, dari California ke New York, atau bisa dibilang dari ujung ke ujung Amerika Serikat. Menariknya, Ryan Trahan juga cuma membawa bekal 1 sen, yang harus dia kembangkan berkali-kali lipat agar bisa sampai ke New York.


Di awal, Ryan mencari orang yang mau menjual sebuah pulpen dengan harga satu sen kepadanya, kemudian Ryan menjualnya dengan harga 1 dolar (100 kali lipat). Saya berpikir, transaksi pertama ini ya hanya karena orang kasihan saja. Namun kemudian Ryan sangat persisten dengan misinya, menjual permen, air minum, menawarkan jasa, hingga mengantar makanan dengan aplikasi online, walau hanya berjalan, bersepeda, hingga di hari ke sekian dia mampu menyewa mobil.


Konten yang sangat 'unik'. Oh ya, saya lupa menyebutkan bahwa Ryan juga melakukan penggalangan dana sembari ia melakukan misi ini. Sungguh mulia sekaligus menyenangkan.


Insight lain yang saya ambil, karena ia terus bergerak dari satu kota ke kota lain, Ryan juga sangat efisien dengan bawaannya. Ia membeli sepeda di satu kota untuk membuatnya bisa mengantar makanan, namun kemudian menjualnya lagi ke orang lain ketika ia meninggalkan kota tersebut.


Baik Ryan Trahan maupun truhikers memperjelas bahwa hidup ini adalah rangkaian perjalanan.


Setiap perjalanan, agar lancar harus dipersiapkan dengan baik dan dengan bekal yang cukup serta efisien.


Dan setiap perjalanan tentu harus memiliki tujuan.


Sungguh pun, air mata ini belum kering setiap menyimak tragedi meninggalnya Emmeril Kahn. Satu opini netizen yang menggelitik hati saya, amalan apa yang dimiliki Eril hingga begitu banyak orang yang mendoakannya, bahkan yang tidak pernah kenal seperti saya pun turut merasakan kehilangan yang dalam.


Kemudian @quranreview mengulas sebuah ayat Al Qur'an dan hadits yang sangat indah 


Maryam 96

96. Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).

 

Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril, “Wahai JIbril, sesungguhnya aku mencintai si fulan” Kemudian Jibril pun mencintainya, lalu ia pun menyeru penduduk langit, “Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai si fulan” Maka serempak penduduk langit pun mencintainya, lalu rasa cinta tersebut kemudian diberikan kepada penduduk bumi.

 

HR Imam Ahmad (2/514) dan HR Bukhari 6040, Muslim 2637.

 

Maka semoga kepergian Eril meneladani kita semua, bahwa waktu kita di dunia adalah mengumpulkan bekal, untuk perjalanan sejati menuju JannahNya, aamiin.


Friday, October 2, 2020

Kenapa Mbah Kakung Tidak Solat?

 Kenapa Mbah Kakung Tidak Solat?

Pertanyaan itu saya ajukan, kepada setiap penghuni rumah dan Mbah Kakung sendiri. Tidak pernah ada jawaban memuaskan. Kakak saya pernah berbohong "Mbah Kakung solat kalau malam saja" atau jawaban malas Mama "Mbah Kakung sudah solat, kamu gak liat".

Lama baru saya paham, Mbah Kakung tidak solat karena beliau tidak menganut agama Islam. Ia percaya pada ajaran, aliran, sinkretisme (apapun lah namanya) Kejawen. Mbah Kakung 'beribadah' dengan caranya sendiri, bukan dengan solat. Saya gak terlalu peduli, karena Mbah Kakung adalah salah satu orang paling baik yang saya kenal. Yang mengantar saya ke sekolah dan diam-diam memberi saya uang saku lebih. Yang menemani saya bermain pasar-pasaran. Yang sering membantu saya mengerjakan PR Kesenian dan Bahasa Jawa.

Ya, tapi Mbah Kakung tidak solat.

Pernah sih, saat Idul Fitri atau Idul Adha, untuk menyenangkan hati Mbah Putri, supaya 'patut' dilhat tetangga, Mbah Kakung ikut solat di masjid.

Ah betapa Jawa.

Suatu hari di tahun 2007, saya dan Mama hendak pergi ke Jogja menengok kakak tertua yang masih kuliah di sana. Mbah Kakung bahkan menyetrika baju akan saya pakai. Dia memang necis dan selalu menuntut saya tampil rapi.

Kami sampai di Jogja malam hari, dini hari ada telepon, kabar Mbah Kakung meninggal dunia. Kami buru-buru kembali ke rumah.

Saya terdiam melihat jenazah Mbah Kakung dikafani, kemudian disolati. Ya, Mbah Kakung yang jarang solat sekarang disolati, kemudian dikebumikan dengan cara Islam. Di KTP Mbah Kakung beragama Islam, ya karena tidak ada pilihan lain mungkin, nasib sama oleh sekian penghayat kepercayaan yang 'agama'nya tidak diakui negara.

Jam demi jam pelajaran agama saya lalui, semua bilang sama orang kafir akan disiksa di kubur dan neraka. 

Saya berpikir, masa sih Allah tega menghukum Mbah Kakung yang sangat baik?

Kerap saya berdoa, kalau ingat "Ya Allah sayangi Mbah Kakung seperti ia menyayangi saya" karena tentu bilangannya tak terkira.

Hingga saya bertemu seorang mentor yang juga dosen di fakultas saya. "Bagaimana 'nasib' Mbah Kakung?"

Ia menjelaskan panjang lebar dengan hati-hati.

Lalu kesimpulan saya: kita tidak tahu, kita tidak pernah tau.

Kita bisa tahu syariat Allah dan konsekuensinya, tapi kita tidak bisa menyimpulkan nasib orang lain berdasarkannya.

Yang kita tahu setetes air, yang tidak kita tahu seluas lautan


Thursday, October 31, 2019

Jazakallah

"Jazakallah khairan katsir"

Agak terkejut dengan respon bapak penjual bakpao depan kosan saat saya membayar bakapo yang saya beli.

Walaupun secara gender, kalimat bapak barusan keliru, seharusnya Jazakillah bukan Jazakallah, karena ia mengucapkannya pada perempuan. Tapi saya tahu maksud bapak ini mendoakan, bukan sekadar mengucapkan 'terimakasih' tapi berarti: semoga Allah membalasmu dengan yang baik dan banyak. Sungguh doa yang jauh lebih manis daripada bakpao coklat yang ia jual.

Maka, sebetulnya beberapa orang bukan hanya 'sok arab'. Beberapa kalimat memang mengandung doa, yang mungkin akan 'wagu' kalau diterjemahkan.

Bukan berarti tidak cinta Bahasa Indonesia. Namun kita tahu bahwa sebagian besar bahasa Indonesia adalah kata serapan. Mencintai bahasa Indonesia adalah mungkin mengakui bahwa tidak ada yang benar-benar orisinil.

Terima kasih Bapak doanya, waiyyakum.

Tuesday, June 4, 2019

Jangan Jadi Orang Culamit

Culamit: suka minta/meminta
Kalimat :
Jadi orang kagak boleh culamit, nanti nggak punya temen.
(Jadi orang tidak boleh suka meminta, nanti tidak punya teman.)
sumber: http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/culamit

Mendekati Idul Fitri, saya selalu teringat pesan Mama saya, untuk anti minta-minta sangu (angpau, uang saku) ke kerabat. Walaupun sudah jadi tradisi, kalau dikasih ya diterima tapi kalau tidak ya tidak usah meminta.

Jangan jadi orang culamit.

Tumbuh besar, saya juga jadi sebal ke orang yang punya kebiasaan meminta-minta ini. Meski kadang terasa sepele seperti minta oleh-oleh ketika teman pergi liburan atau minta ditraktir.

Have some dignity, guys. Ketika kita mungkin niatnya bercanda tapi kalau dibiasakan jadi bikin ketergantungan sama orang lain lho. Mentalitas yang harus dihilangkan agar kita bisa selalu mandiri.
Permintaan kita ke orang lain bukan tidak mungkin membuat dia kepikiran dan bahkan kerepotan, walaupun lagi-lagi mungkin niat kita bercanda.

Lagian, sebagai Muslim, meminta-minta ini termasuk perbuatan tercela lho

Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Shahih: HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa-i, dan selainnya).

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/8813-penjelasan-mengenai-larangan-meminta-minta.html

Yuk jangan jadi orang culamit!

Sunday, January 13, 2019

What is There Beyond Money?

Beberapa hari belakangan saya punya kuota gratisan untuk nonton youtube, jadilah saya berjam-jam mantengin dari satu video ke video lain. Hingga saya stumbled upon satu video ini, penny pinchers alias orang-orang yang super ngirit demi bisa pensiun dini. Kesan pertama yang gue pikirin adalah: "harus banget ya hidup kayak gitu?"

ini video yang gue maksud

Kemudian suggested video di youtube mengarahkan gue untuk menonton berbagai topik serupa mulai tentang homeless, biaya hidup di berbagai kota, frugal lifestyle hingga perencanaan pensiun. Semua konten itu membuat gue makin cemas tentang finansial. Hahaha.

Langkah pertama yang gue lakukan setelah kecemasan tadi adalah: membuat budget bulanan sedetil-detilnya, biasanya gue membuat budget tapi cuma estimasi kasar aja jadi sering miss dan bocor sana sini. jadi untuk budget versi terbaru ini gue bahkan menghitung pos untuk laundry dan beli kuota. haha, semoga gue disiplin yaa kali ini *fingercrossed*

Langkah kedua adalah STOP BELI LIPSTIK !!!. Bulan Desember kemaren gue berhasil gak beli lipstik sama sekali (tapi beli skincare dan baju dan jilbab, dodol emang). Intinya dengan budget tadi gue berusaha untuk mengurangi konsumerisme. Stok skincare, make up dan personal care kayak sabun dan shampoo yang gue punya saat ini kayaknya cukup buat 6 bulan hingga setahun ke depan. Astaghfirullah 333 kali

Langkah ketiga adalah mulai memikirkan beli rumah?. Kedengerannya halu banget ya, tapi justru ini lebih realistis daripada pikiran kekanak-kanakan gue bahwa suatu hari nanti gue bakal tinggal di rumah yang dibeliin suami gue atau menunggu warisan dari bokap cair, wkwkwk. Intinya abis nonton video tentang homelessness gue bahkan takut nanti pas tua gue bakal jadi homeless kalo gak nyicil rumah dari sekarang. Jk


salah satu video tentang homeless


Ohiya GUE JUGA UNINSTALL INSTAGRAM, hahaha. Karena setelah dipikir-pikir instagram adalah penyebab perilaku konsumtif gue secara langsung maupun tidak langsung. secara langsung tentunya karena ngabisin banyak banget kuota, secara tidak langsung adalah racun bertebaran dari mba2 influencer yang senantiasa menguras rekening sayah.

Kemudian setelah kecemasan tadi lewat gue berkontemplasi, kenapa ya manusia bisa sebegitu cemasnya soal uang, padahal uang hanyalah alat tukar bikinan manusia, kenapa selembar kertas atau angka dalam rekening kita sukses menjadi salah satu standar baku untuk mimpi dan tujuan sekian banyak manusia? wedeh, night time philosopher right here.

Mungkin judul dari post ini adalah pertanyaan yang akan gue ajukan kepada diri sendiri dan siapapun yang kebetulan baca tulisan ini.

And then yesterday I stumbled upon this verse
  1. قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَqul ing kāna ābā`ukum wa abnā`ukum wa ikhwānukum wa azwājukum wa 'asyīratukum wa amwāluniqtaraftumụhā wa tijāratun takhsyauna kasādahā wa masākinu tarḍaunahā aḥabba ilaikum minallāhi wa rasụlihī wa jihādin fī sabīlihī fa tarabbaṣụ ḥattā ya`tiyallāhu bi`amrih, wallāhu lā yahdil-qaumal-fāsiqīnKatakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 24)
  2. Xoxo

Thursday, November 8, 2018

Syukur

Malam itu, di suatu hari pada bulan Februari 2015. Saya dan Alisha sekali lagi berkunjung ke Pasar Khan El Khalili. Alisha mau membelikan oleh-oleh piring hias karena mamanya mengoleksi.

Hujan badai (yang konon cuma terjadi beberapa kali setahun di Mesir) tidak menyurutkan langkah kami untuk pergi naik bus ke pusat kota.

Kamipun langsung menuju toko langganan, toko Jordi- yang letaknya agak tersembunyi di lantai 2. Kami suka belanja di sini karena harganya sudah fix tertempel di label setiap barang, jadi tidak ada acara drama tawar menawar seperti di toko lain.

Namun rupanya tidak ada piring yang cukup bagus di Jordi, Alisha pun pergi ke toko lainnya tidak jauh dari situ. Kami menemukan piring logam dengan ukiran kaligrafi dalam bahasa Arab. Kami pun menanyakan arti dari tulisan tersebut.

Dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata Bapak penjual menjelaskan:

"la`in syakartum la`aziidannakum"

"it's from Qur'an you know, if you are grateful, Allah will gave you more"

sejak saat itu potongan ayat ketujuh Surat Ibrahim itu menempel di memori saya, dan coba mengamalkannya walau sulit.

Terimakasih Bapak penjual piring :)

Allah SWT berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ  لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
wa iz ta`azzana robbukum la`in syakartum la`aziidannakum wa la`ing kafartum inna 'azaabii lasyadiid

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."
(QS. Ibrahim 14: Ayat 7)

* Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com

Sunday, February 25, 2018

Curhat: Tentang Belajar Islam

Jadi gini,

Beberapa waktu yang lalu saya memutuskan untuk ikut sebuah 'program' belajar tentang Islam. Singkat cerita, dua pekan (yang artinya dua kelas) saya ikut program tersebut, saya memutuskan untuk keluar, karena gak cocok. Haha

*sebetulnya saya ingin cerita lebih detil, tapi ndak usahlah

Jadi gini,

Kalau boleh dibilang, saya berasal dari keluarga yang gak religius-religius amat. Saya baru memutuskan belajar dan mendalami Islam ketika saya memutuskan untuk memakai jilbab, pada tahun 2012. Itu semua atas kemauan saya sendiri, karena saya suka!. (Dan kalau boleh sok-sok an) saya merasa it's my calling. Wedeh.

Di blog ini saya bahkan nulis beberapa tulisan dengan tags: Islam.

Waktu kuliah saya bergabung ke kelompok liqo. Mentor saya baik banget, namanya Kak Ana. I miss her and my group. Hehe.

Oke, kelompok saya ini memang terafiliasi pada salah satu aliran. Tapi sekitar 4 tahun saya bersamanya, saya merasa kami sangat open minded.

Waktu berlalu,

Hampir semua pengajian udah saya cicipin. Dan beberapa waktu yang lalau itu. Saya merasa, kok gini sih. Susah dijelaskan dengan kata-kata. Seperti, saya kehilangan 'rumah'.

Saya gak cocok dengan satupun pengajian yang saya cicipi. Ada suatu kecenderungan yang saya endus: satu kelompok pasti akan menganggap dirinya yang paling baik, dengan demikian, ia akan menganggap kelompok lain tidak sebaik dirinya.

Kemudian saya kecewa. Tapi kecewa sama siapa?

Hingga detik ini saya percaya, Islam baik, tapi Muslim (orangnya) belum tentu demikian.

Saya capek denger 'saudara-saudara' saya berantem. Semoga saya gak jadi ignoran dan menjauh.

Kalau kamu yang baca ini kenal saya dan merasa saya butuh 'disembuhkan' please call me. Kalau enggak, ya cukup doakan saya.

Hmm
Makasih

Saturday, September 23, 2017

Hijrah? Ke mana?

Beberapa tahun lalu saya dikagetkan oleh seorang figur publik yang 'tiba-tiba' lepas jilbab. Saya beri tanda kutip karena saya yakin bahwa proses itu tidak mungkin tiba-tiba, dia mungkin menjalani berbagai kegalauan yang tidak tampak dari kejauhan.

Kakak saya kemarin berkelakar tentang seorang temannya yang 'hijrah'. Penampilannya berubah drastis katanya, pakai celana cingkrang dan menumbuhkan jenggot yang mungkin tidak cocok dengan feature wajah Asia nya. Kalau perempuan, yang hijrah ya berjilbab panjang menjulur hingga dada, memakai pakaian yang lebih longgar hingga aurat tertutup sesempurna mungkin.

Saya tidak akan menyinyiri siapapun.

Saya justru ingat waktu saya jadi volunteer Jakarta Fashion Week 2014 lampau. Saya berdesak-desakan di mushola mall untuk sholat maghrib, fi tempat wudhu saya bertemu dengan seorang model yang sering saya lihat di majalah. Saya bahkan melirik ke name tag nya untuk memastikan bahwa itu dia. Mungkin saya terlalu tinggi hati untuk tidak syok bahwa sholat juga kewajiban Mbak model itu. Hal yang sama juga saya amati ketika berkunjung ke kost salah satu sahabat saya, banyak sekali doa dan dzikir yang ia tulis dan tempel di dinding, ketika saya heran melihatnya, dia cuma berkata "Iya soalnya aku belum hapal". Dan ya, iya dia belum berjilbab.

Hati saya mengecil, saya takut kalau kualitas ibadah saya kalah dengan saudari-saudari saya yang belum menutup auratnya dengan sempurna, yah saya pun belum.

Mari memperbaiki, dari dalam dan luar, dan berhenti menghakimi saudara/i kita. Karena sesungguhnya kita sedang hijrah ke tujuan yang sama.

#selfreminder

Saturday, May 27, 2017

Air

disclaimer: ini adalah celotehan pribadi saya dan tidak mewakili organisasi manapun

Pernah dengar cerita tentang sumur Raumah? Pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW di Madinah ada sebuah sumur yang dimiliki oleh seorang Yahudi. Ia memberikan tarif yang sangat mahal bagi siapapun yang mengambil air di sumur tersebut. Melihat masalah tersebut, Utsman bin Affan berinisiatif untuk membeli sumur tersebut. Si pemilik pun menolak. Dengan negosiasi yang sengit, Utsman berhasil memiliki setengah hak milik sumur tersebut.
Bagaimana konsekuensinya? Utsman memiliki hak guna sumur tersebut selama sehari, dan Si Pemilik Yahudi pada hari yang lain. Tak dinyana, Utsman mewakafkan sumur tersebut atau menggratiskan orang-orang untuk mengambil air di sumurnya pada hari gilirannya, orang-orang pun berbondong-bondong datang untuk mengambil air. Pada hari giliran si Yahudi tiba, sumur pun tidak laku, karena kebutuhan air untuk hari itu sudah disiapkan kemarin.

Si Yahudi menyerah dan akhirnya menjual sumur raumah dengan penuh kepada Utsman. Beratus tahun berlanjut dan ternyata sumur Raumah ini masih memberikan manfaat bagi sekitarnya. Dimulai dari perkebunan, hingga usaha hotel, kini pun masih terdapat rekening atas nama Utsman bin Affan di Bank Arab Saudi.

Air bersih, adalah komponen dari hak asasi manusia. Pada SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, akses air bersih juga menjadi tujuan nomer 6.

Tentu, Utsman telah mengamalkan ini seribu tahun lebih sebelum dokumen internasional ini resmi dikumandangkan di ranah internasional.

Kini, kita taking for granted untuk membeli air bersih dalam kehidupan sehari-hari. Saya ingat betul bahwa sumur rumah tetangga saya tidak layak untuk diminum, sehingga untuk air minum dan memasak ia meminta ke rumah tetangganya yang lain, ini karena hingga hari ini pipa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) belum mengalir ke kampung saya.

Sehari-hari, darimana sumber air minum Anda? mungkin berasal dari botol plastik dengan label Aqua atau merk lain jika Anda tinggal di kota besar. Dan tidak perlu saya beritahu bahwa air tersebut menjadi hak jual korporasi asing.

Maka tidak lagi lucu ketika teman saya berceloteh, mungkin sebentar lagi udara bersih pun kita akan beli. Maka mengapa kita masih mencemooh ibu-ibu yang menyemen kakinya di depan istana negara, hanya karena ingin mempertahankan sumber air bersih di desanya.

Jangan lupa minum air ya! Stay hydrated

Monday, February 13, 2017

Kisah 8 Dirham dan Konsumerisme Hari Ini

Pada suatu peselancaran youtube, saya menemukan video klip sebuah lagu Gita Gutawa yang ternyata sudah dirilis cukup lama namun saya baru mendengarnya. Yaitu Kisah 8 Dirham.
Kisah ini adalah tentang Rasulullah Muhammad SAW yang membawa uang 8 Dirham untuk membeli pakaian. Dalam perjalanan, ia bertemu budak sahaya yang kehilangan 4 Dirham, Rasulullah pun memberikan 4 Dirham uangnya. Dengan sisa 4 Dirham, ia bertemu lagi orang yang belum makan maka kemudian Rasulullah memberikan 2 dirham. Sisa uang Rasul kini 2 Dirham, ia ke pasar dan membeli pakaian seperti niat awalnya. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu orang yang bilang bahwa ia tidak punya pakaian. Maka Rasul memberikan pakaian barunya terhadap orang tersebut. Lagu yang dibawakan Gita Gutawa sedemikian catchy hingga saya pun hapal kisah Rasul dengan keteladanan sedekahnya tersebut.
Sekarang, saya sedang suka 'kepo' tentang gaya hidup minimalism. Hal ini berawal dari blogger yang mempromosikan gaya hidup zero waste, yaitu Laura Singer dan Bea Johnson. Komitmen mereka untuk tidak menyisakan sedikitpun sampah dari gaya hidup yang mereka jalani praktis nengubah total pola konsumsi dan keseharian mereka.
Hari ini, kita hidup dimana semua barang dapat dengan sangat mudah didapatkan. Misalnya, pada masa kakek nenek saya, sebuah keluarga harus memproduksi minyak keletik (minyak kelapa) untuk keperluan goreng menggoreng. Nenek nenek kita juga kebanyakan memiliki kemampuan menjahit karena pada zaman itu, sepotong baju tidak bisa dengan mudah didapatkan di department store terdekat. Di satu sisi, tentu segala kemudahan ini adalah kemajuan. Di sisi lain, kita tahu bahwa 'kemajuan' industri ini tidak melulu berdampak baik, bahkan banyak efek samping dari segala kemajuan industri masal ini.
Saya baru saja selesai menonton dokumenter The True Cost. Dan praktis dibuat mual oleh seramnya industri fashion dunia. Ini baru industri fashion, belum lagi industri industri lain yang ada di dunia ini.
Entah darimana awalnya, kini kita mafhum dengan stereotipi bahwa perempuan suka belanja. Dan saya pun mengamininya!. Saya selalu menganggap aktivitas belanja adalah rekreasi. Melihat-lihat, memilih, hingga akhirnya membeli barang-barang yang tidak terlalu kita butuhkan. Saya sangat suka membeli pouch, dan setelah dihitung-hitung saya punya lebih dari 10 pouch, buat apa coba?!.
Ketika membicarakannya pada tataran yang lebih ideologis. Kita dapat berargumen bahwa perilaku konsumerisme sesungguhnya sengaja 'diciptakan' oleh sistem ekonomi kapitalis. Kepemilikan benda dianggap berbanding lurus dengan kebahagiaan. Iklan dibuat sedemikian rupa bahwa kita memerlukan banyak benda-benda agar bisa bahagia. Musim sale dan diskon-diskon diciptakan seolah-olah kita akan mengalami kelangkaan panjang. Kita terlena dengan kemewahan-kemewahan yang ditampilkan media dan sangat ingin memilikinya.
Pada akhirnya kita merasa lelah dan kewalahan. Saya tinggal di sebuah kamar kos berukuran kurang lebih 15 meter persegi dan selalu merasa memiliki terlalu banyak barang. Sebenarnya ada solusi simpel atas masalah saya ini, yaitu: stop belanja!. Namun ternyata tidak semudah itu, perlu proses panjang untuk mengubah pola pikir saya tentang konsumerisme. Bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh benda-benda yang kita beli dan miliki. Dan bahwa ada harga yang jauh lebih mahal atas aktivitas belanja yang kita lakukan.
Kembali lagi pada Kisah 8 Dirhamnya Muhammad SAW. Sebagai seorang muslim, seharusnya saya meneladani sikap hidup Nabi saya, yaitu zuhud. Dalam berbagai riwayatnya, Rasul selalu diceritakan sebagai pribadi yang sederhana, bahkan bisa dibilang anti kemewahan. Ia menjahit bajunya sendiri dan bahkan alas tidurnya hanya dari pelepah kurma :( Ya semoga kita semua bisa berproses menjadi lebih baik :)
2017, ayo hidup 'minimal' !!!
Insipirasi:

- Film dokumenter The True Cost
https://youtu.be/zB-YRhcH5tg
- Sejarah Singkat Konsumerisme
https://youtu.be/Y-Unq3R--M0
- TEDx Bea Johnson
https://youtu.be/CSUmo-40pqA
- Instagram Bea Johnson @zerowastehone dan Laura Singer @trashisfortosser
- Blog Caroline Joy dan Cait Flanders

Sunday, July 17, 2016

Andai Propaganda Zakat Segencar Propaganda Nikah Muda

Hahah judulnya apa banget sih

Jadi pas bulan puasa kemarin saya liat video yang keren banget, ini videonya...



Gimana perasaan kamu setelah nonton video di atas? kalau saya sih sedih dan merinding. Zakat adalah salah satu rukun Islam, ibadah wajib yang gak bisa ditawar tawar lagi, tapi sayangnya kayaknya (apasih hah) kesadaran zakat ini kurang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Iya gak sih? bahkan selama ini saya sempet taunya cuma ada zakat fitrah berupa beras dua setengah kilo ya kalo gak salah? yang ditunaikan menjelang Idul Fitri. Padahal Indonesia adalah negara dengan masyarakat muslim terbanyak di dunia, seperti disampaikan dalam video di atas potensi zakat di Indonesia mencapai 217 Triliyun rupiah vro!.

Ternyata ada juga yang namanya: (ini nyontek dari brosur Daarut Tauhid yang saya dapatkan di mall)

-Zakat maal
adalah zakat yang dikenakan pada individu yang memiliki harta dengan nisab (minimal kepemilikan) senilai 85 gram emas pada masa haul (masa kepemilikan) satu tahun.

jadi jika harga emas hari ini 600.000 rupiah per gram.
600.000 x 85 = 51.000.000

Jika Anda memiliki harta (emas, perak, uang simpanan, benda usaha) senilai 51.000.000 selama setahun maka wajib dikeluarkan 2,5% nya per tahun.

dan

-Zakat profesi
adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seorang dengan cara sesuai syariat seperti upah atau gaji rutin pegawai, dokter, pengacara, arsitek, dan sebagainya.
dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan sebagai zakat pertanian yang ditunaikan ketika mendapat hasilnya. nisabnya ada yang bilang 524 kg ada juga yang bilang 562 kg makanan pokok besarnya juga 2,5%. Memang ada perdebatan soal zakat profesi ini, jadi yha, silakan ikuti keyakinan Anda masing- masing :). [video tentang zakat profesi]

Satu hal lagi tentang pengeluaran zakat ini ternyata pernah dibahas di beberapa artikel financial planning, salah duanya tulisan Mbak Alodita di sini dan ini. Selain itu juga di buku Habiskan Saja Gajimu! juga menyarankan pengeluaran sosial seperti zakat menjadi prioritas utama pengeluaran.

Hemat saya, zakat ini memang ibadah paling 'realistis' dan logis yang bisa dilakukan manusia. Dengan atau tanpa menyertakan unsur religius, berbagi adalah hal baik yang dapat dilakukan semua manusia.;)

disclaimer: 
- saya bukan ulama yang ilmu fiqihnya ngelotok, jadi maaf kalauyang saya sampaikan di atas salah atau keliru, ehehehek
- saya juga gak paham financial planning, jadi maaf kalo sotoy

Trus kenapa judulnya gitu sih? zakat wajib, nikah sunnah, hwhaahaha

Jadi, udah zakat belum?

Sunday, April 10, 2016

Kata Mereka tentang Muhammad S.A.W

"Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad, serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya"
-Mahatma Gandhi

"Saya sudah mempelajari Muhammad, sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil 'sang penyelamat kemanusiaan'. Saya yakin apabila orang seperti Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian sehingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia"
-Sir George Bernard Shaw

"Dia adalah perpaduan Caesar dan Paus. Tapi dia adalah sang Paus tanpa pretensinya dan seorang Caesar tanpa Legionnare nya, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa penghasilan tetap. Jika ada seorang manusia yang pantas untuk berkata bahwa dia lah wakil Tuhan penguasa dunia, Muhammadlah orangnya, karena ia memiliki kekuatan meski ia tidak memiliki instrumen atau penyokongnya"
-Bosworth Smith

"Kalau kebesaran tujuan, kecilnya alat yang dipakai dan besarnya hasil yang dicapai adalah kriteria kebesaran manusia. Maka siapa yang berani membandingkan Muhammad dengan orang besar siapa saja dalam sejarah modern"
-La Martine

"Ejekan terhadap Muhammad hanya akan mencoreng wajahmu sendiri. Mengapa kamu keberatan jika para sahabatnya menganggap dia Nabi? Mereka telah menyaksikan bagaimana ia menisik jubahnya, menyapu rumahnya dan memperbaiki sandalnya. Namakan apa saja sesuka Anda, namun demikian ketahuilah bahwa tidak ada kaisar dalam pakaian kebesarannya lebih ditaati dari lelaki yang menambal sendiri jubahnya ini"
-Thomas Carlyle

#Sebarkan pesan perdamaian ini

Sumber: Al- Qur'an Mukjizat Sejarah dan Ilmu Pengetahuan (Helmi Abdullah Umar Suweleh)

Saturday, March 14, 2015

Feminis Bingung

Kalau ada satu mata kuliah yang saya ingat sampai sekarang dan bisa dikatakan mengubah hidup saya, itulah Paradigma Feminis, mata kuliah lintas fakultas yang 'cuma' 2 sks namun sebegitu signifikan dalam hidup saya. Kenapa? feminisme memberikan saya perspektif baru tentang kehidupan, tentang dunia, mengajak saya melihat dunia ini dari sudut pandang baru. Tugas Akhir mata kuliah tersebut yang saya post di blog ini pun kemudian diakses teman- teman saya yang mengambil mata kuliah tersebut di semester selanjutnya, haha.

Sebegitu signifikan hingga kemudian saya menaruh minat yang besar dalam topik- topik tentang perempuan. Membicarakan tentang ini dengan beberapa teman- teman saya, membaca Jurnal Perempuan dan buku- buku para pemikir feminis,hingga menjadi social climber di acara yang diadakan media tersebut. Hingga akhirnya saya memilih untuk magang di Yayasan Pulih yang fokus pada pemulihan penyintas kekerasan terhadap perempuan. Bahkan, saya jauh jauh ke benua Afrika untuk magang lagi Egyptian Feminist Union.

Kadang saya merenung dan juga bingung, kenapa saya sebegitu tergerak untuk menekuni bidang ini, walau saya sering mengaku "ah saya tertarik ke banyak hal kok". Melihat latar belakang, saya juga cukup beruntung sebagai perempuan. Saya anak perempuan satu- satunya, paling muda lagi, namun orangtua saya, terutama ayah saya mendukung saya untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Ya, pendidikan, adalah hal yang kemudian saya yakini bisa membebaskan seorang manusia sebenar- benarnya. Bayangkan berapa kemungkinan yang muncul ketika seorang manusia yang tadinya buta huruf jadi bisa membaca, berapa banyak lagi kemungkinan ketika seorang bisa menguasai bahasa Inggris misalnya. Pendidikan sesungguhnya menyadarkan saya bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang tidak terbatas. Kata Ayah saya, kurang lebih begini "kita bukan apa- apa, bapak cuma buruh, dan yang nantinya bisa meningkatkan derajat kalian cuma pendidikan, cuma itu yang bisa bapak wariskan"

Saya juga beruntung, saya adalah warga negara Indonesia. Tidak berlebihan, saya harus mengakui bahwa negara ini cukup 'ramah' pada perempuan. Tentu saja masih terdapat kekurangan di mana mana, namun ketika saya memiliki kesempatan untuk melongok beberapa data tentang kekerasan terhadap perempuan di region MENA (Middle East and North Africa) keadannya jauh, jauh lebih parah daripada di negara ini. Praktek genital mutilation masih umum dilakukan, banyak perempuan tidak memiliki hak dalam politik, dan masih banyak dari para orangtua tidak mau menyekolahkan anak- anak perempuannya. Tahu kan, bahwa negara adidaya seperti Amerika Serikat pun baru memberikan hak pilih pada warga negaranya yang berjenis kelamin perempuan pada amandemen konstitusi yang ke 17.

Keberuntungan selanjutnya yang harus saya akui adalah karena saya beragama Islam. Tunggu dulu, anda pasti sering mendengar bahwa Islam berpaham opresif terhadap perempuan. Ada hal lucu yang ingin saya ceritakan, hal ini ketika kakak saya membuka Adobe reader di ponsel saya dan menemukan buku- buku tentang feminisme. Ia bertanya
"jadi feminis kamu sekarang?"
"masih belajar"
"hati- hati lho"
Hal ini menggelitik saya, bahkan kakak saya yang paling dekat dengan saya sekaligus sangat terbuka pemikirannya menyampaikan hal itu, hati hati kamu akan jadi feminis!. Belakangan saya berkesimpulan, kita terlalu terkekang dengan segala stereotip yang ada pada label- label tertentu, dan memang kecenderungan manusia mungkin untuk melabeli segala hal untuk mempermudah proses kognitifnya. Label 'feminis' yang dipahami kakak saya kala itu mungkin sama dengan label 'Islam' yang dipahami kebanyakan warga Eropa atau AS atau label 'seniman' yang dipahami kebanyakan orang di Indonesia. Hal ini saya jadikan penjelasan kepadanya karena notabene ia adalah seniman, tentu penghayatan seorang seniman tentang seniman begitu mendalam dibandingkan prasangka orang kebanyakan tentangnya. Kita cenderung membenci hal- hal yang tidak (belum) bisa kita pahami.

Oke, mengapa saya bilang saya beruntung sebagai perempuan- Islam. Salah satu contoh mudanya adalah, cara kami berpakaian. Ya, jilbab yang lagi- lagi mungkin banyak dianggap sebagai simbol opresi terhadap perempuan. Jadi begini, kita sudah mahfum bahwa banyak perempuan di dunia kini menjadi 'budak' kapitalisme industri kecantikan. Dari mulai fashion, kosmetik, operasi plastik, dan sebagainya. Perempuan yang sibuk mengurusi tubuh dan kecantikkannya sampai sampai lupa bahwa masih banyak hal lain di dunia ini. Lupa untuk belajar, lupa untuk mengupgrade kemampuan diri, lupa untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesamanya. Penghayatan saya adalah, sesungguhnya Islam melindungi perempuan dari hal ini. Tata cara berpakaian muslimah mengedepankan kesederhanaan, jadi idealnya perempuan tidak lagi dipandang dari rupa atau bentuk tubuhnya, tapi dinilai dari pemikirannya, perilakunya terhadap orang lain. Dengan demikian, kualitas diri yang intangible seharusnya lebih nampak dari penampilan tubuh yang fana. Kalau begitu, mengapa sekarang tren hijaber malah marak di kalangan muslimah. Bukan kapasitas saya untuk menilai, tapi semoga kita semua adalah orang- orang yang berproses menjadi baik. Suatu ketika saya ditanyai oleh teman saya yang orang Eropa dan atheis
"mengapa kamu berjilbab?"
"karena agama saya memerintahkan demikian"
"apakah kamu merasa terpaksa memakainya?"
"I'd rather be slave of my Allah, than slave of fashion industry"
Dia pun tersenyum dan mengangguk- angguk.

Tapi, pengetahuan saya tentang Islam masih cetek banget sih dan saya yakin semua pengalaman spiritual sifatnya sangat subjektif. Jika anda berpendapat lain, mohon tinggalkan komentar :)
Hingga akhirnya saya berpikir, sampai kapan saya akan 'ngulik' topik ini. Apakah saya akan istiqomah dengan perjuangan ini. Cielah perjuangan, padahal saya belum melakukan apa- apa. Saya juga kadang sangsi, apakah hal ini benar atau jalan ini akhirnya membuat saya tersesat. Yang jelas, jauh pada diri saya sesungguhnya hal ini membuat saya memiliki semangat baru dalam hidup. Walaupun mungkin terdengar berlebihan. I had to be powerful to empower others.

Saya pun sering terharu ketika banyak laki- laki, minimal di sekitar saya yang mendukung tentang 'gerakan' feminisme. Walaupun masih banyak juga yang skeptis. Seperti, "mengapa ada hari perempuan internasional, tapi tidak ada hari laki- laki internasional". Begini teman- teman, mungkin banyak kelakuan para pejuang hak perempuan yang akhirnya disalah artikan dan akhirnya membentuk stigma negatif. Tapi kita tidak boleh menutup mata, bahwa diskriminasi perempuan masih terjadi di mana mana. Memang bukan hanya perempuan satu satunya 'kaum' yang mengalami hal ini di dunia. Perjuangan para LGBT misalnya, atau ras- ras tertentu yang didiskriminasi. Kurang lebih sama semangat yang mendasarinya. Walaupun sejauh ini saya masih yakin kesetaraan yang mutlak mustahil untuk terjadi.

Jadi, gimana?

Wednesday, December 24, 2014

Salon Muslimah

Beberapa waktu yang lalu saya –untuk pertama kalinya pergi ke salon muslimah *sebenernya mau nulis right after nyalon di sana, tapi ya dasar mager. Karena pengen potong rambut, dan bersantai saya akhirnya memutuskan untuk mencoba salon langganannya Mala. Salon macem Johny Andrean menurut saya terlalu mahal dan layanannya sangat minimal, sedangkan salon murah yang ada di Plaza Depok tempatnya terlalu terbuka kayak akuarium.
‘muslimah’ memang telah menjadi segmentasi pasar yang baru dan ‘empuk’ di kancah perekonomian Indonesia *walahsotoy. Bahkan majalah SWA pernah menerbitkan satu edisi bertajuk “Merayakan Kelas Menengah Muslim Indonesia”. Bayangkan, satu dekade terakhir atau lima tahun terakhir saja berapa banyak produk, fashion muslimah, kosmetik halal, makanan halal, perbankan syariah, hingga jasa- jasa training dan ‘self help’ islami, dan masih banyak lagi hihihi. Tentunya kita (muslim/ah) harus berkaca, bahwa muslim yang produktif jauh lebih baik daripada muslim yang konsumtif *eak (ini quote dari gue asli)
Oke, kembali pada pengalaman pertama saya mencicipi salon muslimah ini. Salon ini memang dirancang dengan sangat syar’i. Yang paling utama, tidak ada laki- laki yang boleh masuk ke salon ini, tidak ada karyawan laki- laki, dan tempatnya tertutup. Pokonya isinya cewe semuah. Yang paling unik, ketika mbak mbak (yang ternyata lebih muda dari saya, err) hendak memijat kepala saya, dia bilang “baca bismillah dulu ya mbak” hihihi, masyaAllah. Pelayanannya rekomindid lah 3,5 out of 5. Oia, ini salon namanya salon Tewink #bukanendorse
Terakhir, saya juga tertarik mengungkapkan, kenapa sih perempuan selalu tertarik untuk jadi ‘cantik’. Why oh why, cantik itu apa sih blablabla. Alkisah, ketika saya masih SD, kelas 5 mungkin, saya membaca iklan suatu produk di tabloid Nova langganan mama saya. Iklan itu mengungkap definisi cantik dari berbagai tokoh. Tidak ada yang saya ingat. Tapi saya saat itu berkhayal, apa yang akan saya ungkapkan jika definisi versi saya yang tampil di iklan itu... hmm.
Lama, saya memikirkannya cukup serius. Hingga saya sampai pada definisi kurang lebih seperti ini “beauty is happiness, for yourself and others” ya, hal itu termaktub dalam benak saya dan masih saya ‘pegang’ hingga saat ini. Maksudnya begini, cantik adalah bahagia: anda akan cantik hanya jika anda senang dengan diri anda, anda senang jika alis anda rapi, anda senang mengenakan baju warna orange, dan lain- lain. Memang ini mungkin agak berlawanan dengan konsep ‘beauty is pain’. Tapiii, beberapa hal memang membutuhkan pengorbanan kan? *wink-wink*. Dan bukan hanya untuk anda sendiri, tapi juga orang lain, orang di sekitar anda tentu lebih suka jika anda beraroma segar dibanding aroma asem, orang di sekitar anda lebih suka jika anda banyak tersenyum, orang di sekitar anda lebih nyaman jika pakaian anda rapi daripada compang- camping.

Gila ya, setengah umur saya yang lalu saya sudah memikirkan kecantikan sebagai aktualisi diri, self esteem, dan juga kontruksi sosial, halah :D Hingga akhirnya kita yang menentukan, mana yang akan lebih kita ‘bahagiakan’ ? diri sendiri atau orang lain? J tentu akhirnya keputusan ada di tangan anda? At the end, don’t forget to be happy and radiant your happiness J