Friday, January 5, 2024

Itinerary Solo Trip ke Viet Nam (Ha Noi, Ha Long Bay, dan Sa Pa)

Salah satu momen paling altering my brain chemistry tahun lalu adalah solo trip ke Viet Nam. Dan atas tingginya permintaan warga, maka saya buatlah itinerary seadanya ini. Mungkin nanti akan dilengkapi foto, mungkin juga tidak.

Itinerary ini dibuat berdasarkan agenda liburan shantay gue, sebenernya bisa lebih compact atau lebih banyak kegiatan, tapi asas hidupku adalah malas-malasan, so terima aja lah yagesya. Itinerary ini juga ga dilengkapi jam karena jujur udah lupa, wkwk. Dan agenda-agenda kurang penting kayak makan indomie di warung atau leyeh leyeh di airbnb temen juga tidak dimasukkan ygy. Tempat makan yang kurang berkesan juga gak gue masukan ke sini.


Day 1: 


Arrive at Ha Noi


Pas sampai bandara Ha Noi, bisa naik grab car ke hotel. Recommended buat nginep di daerah Old Quarter, kalau mau lebih sultan bisa di French Quarter. Hotel di Old Quarter banyak yg murah tapi kebanyakan kecil-kecil, tapi kamarnya gede kok (penting).


Gue nginep di Hanoi Serenity Hotel, Serenity Diamond Hotel*


Not really recommended but location wise sangat strategis, pilih hotel lain aja di Old Quarter


Strolling around Old Quarter 


Jalan kaki dari hotel ke tempat makan, seru sih di Old Quarter banyak kafe, souvenir shop dan resto yang beragam jenis.


Dinner at Pho 10 Ly Quoc Su

https://maps.app.goo.gl/o78TeGwAtsfGnDzd7


Beneran enak dan relatif murah, tapi lumayan ngantri dan cici-cicinya agak galak :’. Katanya ini dapet anuan Michelin Bib Gourmand.


Day 2:


Brunch di Don Duck

https://maps.app.goo.gl/jzoRZaxCeCgKPJ3PA


Ini juga masuk Michelin Guide, gue pesen Grill Duck on The Table, mayan begah buat 1 orang tapi enak, di google maps banyak yang komen overprice tapi menurut gue sih worth the price.


Ke Viet Nam Rail Cafe


Kalau mau ke tempat instagramable ini, harus atas persetujuan warlok ya. Jadi, pas dateng ikutin dah tu salah seorang warlok yang stand by di pinggir jalan, dan sebenernya by ‘cafe’ itu cuma nongkrong di samping rumah orang sih, dan kita juga harus order makan/minum kalo ga warloknya ngamok. Kalau mau pas banget ada kereta lewat, silakan cek jadwalnya.



Day 3:


Ke Ha Long Bay


Pesen trip yang di traveloka ini terus nurut aja sama abangnya, tripnya seru kok dan udah dapet makan siang di kapal (enak juga makan siangnya). Ada juga trip yang nginep di cruise, silakan dipilih. Destinasi dan tour guidenya semua seru. Kalau mau naik speed boat nambah bayar tapi gue lupa berapa. Agak scam di awal trip kita ‘dipaksa’ ke peternakan mutiara, tapi ga harus beli kok, dan di sini malah bisa istirahat, beli minum, dll.


Oh iya di Ha Long ga boleh bawa single use plastic ya, kalau ketahuan bakal disita petugas setempat. Disarankan ngasih tips ke tour guide, supir, dll sesuai kemurahan hati kalian.


Booking via

https://www.traveloka.com/en-id/activities/Vietnam/product/ha-long-bay-1-day-cruise-tour-5596295958911



Day 4:


Ke National Museum


Beli Tiket on the spot, lupa harganya berapa kayanya 50ribu VND. Gedung museum nya ada 2 yang berseberangan, satu gedung berisi sejarah klasik Viet Nam, satu gedung lagi tentang kejayaan komunisme di Viet Nam dan perang Viet Nam VS Amerika Serikat.


Strolling around French Quarter


Sembari nunggu kereta malam ke Sa Pa, bisa ziarah ke Mausoleum nya Uncle Ho Chi Minh atau sekadar jalan-jalan menikmati arsitektur peninggalan kolonial Perancis di tengah kota.


Naik Sleeper Train ke Sa Pa


Nah ini pengalaman paling seru sih sepanjang trip, naik kereta ke Sa Pa, booking via Klook nanti ada mas-mas nungguin gitu di luar stasiun buat ngasih tiketnya. Dikasih tempat duduknya ngacak tapi kalau beli bareng rombongan mungkin bisa request 1 kabin. Keretanya bersih dan oke, sepanjang perjalanan saya bisa tidur nyenyaq.


Booking via https://s.klook.com/c/l1PVe22jyV



Day 5: 


Sampai si Lao Cai Station, perjalanan sampai ke Sa Pa Town


Nah ini nih yang gak ada di tiktok, ternyata kalau naik kereta ke Sa Pa, itu sampainya di Lao Cai station, yang mana masih jauuuh dari Sa Pa seperti di tiktok tiktok, wkwk. Walaupun kurang prepare, si mas-mas Klook yang tadi ngasih tiket ternyata bisa provide taksi dari stasiun ke kota, harganya 500ribu VND yang mana agak lumayan ygy tapi emang jauh sih perjalanan dan opsi lainnya kayaknya naik bus, jadi yaudah naik taksi aja.


Check in Hotel


Karena sampai di Sa Pa pagi banget, udah siap-siap nitip koper aja di resepsionis hotel, ternyata boleh dong check in pagi banget, huhu rejeki anak solehah. Jadi bisa leyeh-leyeh sebentar di hotel.


Gue nginep di Freesia Hotel Freesia Hotel Sapa


Ke Sun World Fansipan


Atraksi utama di Sa Pa ya Sun World Fansipan ini cenah, btw dari hotel gue ke sini bisa jalan kaki walau agak jauh. Opsi lain kayanya bisa naik taksi (bisa minta tolong resepsionis hotel) atau nyetop di jalan.


Gimana ya jelasinnya, jadi si Sun World Fansipan ini semacam taman bermain kayak dufan gitu kali ya, untuk ke sana kita naik kereta wisata gitu. Nah abis dari taman bermain, kita naik cable car alias kereta gantung buat sampai ke bukit Fansipan yang mana konon titik tertinggi di Indochina. Seru sih sangat terkelola dengan baik the whole place. 


https://www.traveloka.com/en-id/activities/Vietnam/product/sun-world-fansipan-legend-cable-car-in-sapa-2000908873656


Btw ini pilihan tiketnya kan banyak banget, pilih yang paling mahal aja itu udah paling all in. Nanti pas masuk dikasih print out barcode sekali yg bisa dipake buat tiket terusan (atau bahkan pake barcode dari email gitu). Canggih deh ga ada pungli.


Notes about Sa Pa:


  • Cuaca di Sa Pa relatif lebih dingin dibanding Ha Noi, gunakan jaket dan sepatu yang memadai, apalagi kalau mau ‘manjat’ sampe Fansipan

  • Sinyal internet di Sa Pa ga ada, atau mungkin tergantung provider, tapi perbandingannya jauh dengan di Ha Noi yang stabil banget, tapi hampir setiap kafe atau tempat umum ada WiFi yang kenceng

  • Di Sa Pa belum ada gojek/grab seperti di Ha Noi

  • Sebenernya banyak atraksi lain yang menarik tapi gue belum sempet cobain karena di Bulan September itu hujan mulu.



Day 6:


Brunch di Gecko Cafe


Tadinya gue pesen bis pagi banget buat balik ke Ha Noi ternyata dipindah jadwalnya karena penuh, abis check out hotel, bisa brunch atau lunch di Gecko Cafe. Jujur menunya b aja (eh tiramisunya enak deng), tapi tempatnya lumayan nyaman. Tadinya gue mau ke Gecko Cafe yang di sini eh abang taksinya malah nyasar ke sini. Again, kalau mau pesen taksi bisa minta bantuan ke restoran. Orang sini mah baik baik banget deh, jadi komunis jahat itu cuma mitos ygy.


Naik Sleeper Bus Kembali ke Ha Noi


Opsi transportasi lain dari Sa Pa ke Ha Noi (atau sebaliknya) selain kereta adalah sleeper bus. Sempet panik karena di Klook dan Traveloka cuma bisa pesen H-24 jam. Ternyata di TripAdvisor bisa dadakan. Kelebihan sleeper bus lebih enak karena ga usah jauh-jauh ke Lao Cai station dan lebih murah. Kekurangannya lebih sempit, wkwk dan ga ada toilet nya huhu (harus tahan beser). Tapi tenang aja dia berhenti beberapa kali di rest area kok. Atau book sleeper bus yang lebih gede juga ada sih.


Booking Sleeper Bus di TripAdvisor


Last Check In di Ha Noi


Sebenernya bisa langsung pulang kalau mau, tapi aku gamau. Wkwk. Mau makan pho sekali lagi di Ha Noi sebelum nginep bentar dan pulang besok.


Gue nginep di Wecozy Nội Miếu seru deh ini contactless hostel gitu masuk gang tapi masih di daerah Old Quarter yang rame, dan kamarnya luaass. Sayang cuma semalem di sini.


Day 7:


Flight Back to Singapore- Jakarta


Bid farewell to tanah komunis, agak menyesal banyak yang belum dicoba tapi insya Allah one day balik lagii.


General note about Viet Nam (Ha Noi):

  • Sediakan cash walaupun contacless card bisa dipake di hampir semua toko. Kalo kehabisan cash bisa tarik tunai aja di ATM, seingetku sih fee nya ga terlalu gede

  • Apps gojek dan grab bisa dipake buat motor, mobil, dan delivery food, payment methodnya bisa cash atau connect ke CC di apps nya

  • Banyak yang belum bisa Bahasa Inggris, always sedia google translate



Kalau mau lihat gambaran budget bisa lihat di sini

Thursday, April 13, 2023

Cita-cita Ibu

 Suatu hari aku pernah bertanya kepada Ibu, apa cita-citanya dulu

"Punya sumur" katanya, kemudian Ibu bercerita bagaimana dia dulu harus berjalan sekian puluh meter ke kali untuk ngangsu atau mengambil air di kali. Aktivitas mencuci pakaian pun dilakukan di kali, dan ini sangat melelahkan. Jadi memiliki sumur di rumah sendiri adalah kemewahan yang tak hingga buat Ibu di masa kecilnya. 

Bahkan tak terpikirkan pompa air dan keran yang bisa menyala setiap saat. Ibu sekarang sudah memiliki jauh melampaui apa yang ia imajinasikan berpuluh tahun lalu.

"Lalu apa lagi Bu?," tanyaku 

"Jendela kaca, dulu Ibu pernah melihat orang kaya sedang membersihkan jendela rumahnya sampai kinclong, kok sepertinya asyik sekali"

"Kok sekarang sudah punya jendela kaca, malah jarang dibersihkan?"

"Malas, hahaha"

Kemudian kami tertawa bersama. Aku coba gali lagi, tapi nampaknya mimpi-mimpi Ibu selanjutnya fokus kepada orang lain, suaminya, anak-anaknya, dan orang tuanya. Aku urung bertanya lebih jauh.

Senang rasanya mengetahui bahwa Ibu sudah bisa menggapai cita-citanya. Betapapun remeh di mataku. Sekaligus iri, andai saja cita-citaku sesederhana cita-cita Ibu.

Tuesday, August 2, 2022

Refleksi Tujuh Bulan Terakhir

Berikut adalah nasihat yang saya ambil dari berbagai sumber, saya tulis di sini untuk saya baca lagi sewaktu-waktu. Bagi pembaca silakan ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk atau tidak cocok buat Anda.


Hang in there, terus menjalani hidup seberat apapun, karena Allah akan selalu pelihara kamu (manusia) selama kamu hidup.

Keimanan manusia kepada Allah adalah karunia, biasanya hubungan dua pihak adalah mutual. Kita dekat dengan Allah karena Allah juga 'mau' dekat sama kita. Tapi jangan sombong, karena kedekatan ini suatu waktu juga bisa ditinggalkan oleh Allah 😟

Barangsiapa mengenali diri, maka ia mengenal Rabb-nya. “Man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu,”

Maka dari itu, terus berusaha mengenali diri, tapi jangan lupa mengenali situasi, kata Sunan Kalijaga "anglaras ilining banyu angeli, ananging ora keli, atau Menyesuaikan mengalirnya air, tapi jangan terbawa arus"

Coba kurangi melakukan sesuatu hanya untuk validasi dari orang lain, belajar memiliki motivasi internal.

Put yourself first, yang artinya juga termasuk merawat diri, agar lebih sehat dan nyaman, sebagai bentuk rasa syukur atas jasad yang diberikan oleh Allah kepada kita.

Tidak perlu terlalu banyak mempedulikan orang lain lebih dari diri kita. Di akhirat kita akan dimintai pertanggungjawaban atas diri kita, bukan orang lain. Ingat lagi tiga lingkaran kehidupan, tidak semua hal ada dalam kontrol kita. 

Ikhlas adalah berusaha sekuat tenaga dan berharap hanya kepada Allah. Jangan ngotot tentang 'hasil akhir' yang ada pada ranah kekuasaan Allah.

Mengelola emosi, jangan buru-buru memberikan label atas perasaan yang sedang dialami dan melampiaskan emosi tersebut. Pelan-pelan pergi ke balkon (keluar dari diri) untuk mengamati emosi yang dirasakan. Rasakan emosi sepenuhnya dengan kesadaran.

Memperbanyak istighfar dan dzikir ketika emosi sedang menggebu-gebu, mengatur nafas dan memperlambat waktu.

Menghargai waktu dan menggunakannya untuk hal yang bermakna. Mengurangi hawa nafsu akan benda-benda, dan lebih banyak menghabiskan uang serta waktu untuk pengalaman yang bermakna. Pengalaman akan membuat kita lebih bahagia dibanding benda-benda.

Tidak tergiur dengan instant gratification dan mengorbankannya untuk delayed gratification yang lebih bermakna.

Selesaikan apa yang telah dimulai, jangan ragu untuk meminta bantuan ketika mengalami kesulitan (ini adalah bagian dari usaha), jangan buru-buru kecewa ketika ditolak, gagal, atau merasa buntu.

Selalu berbaik sangka kepada Allah.

Terus cultivate my love for learning. Belajar, membaca, mencatat, mengorganisir ingatanmendiskusikan, mengamalkan, dan cari kesempatan untuk mengajarkannya ke orang lain, termasuk dengan menulis.

Dunia ini adalah senda gurau, tidak salah untuk menghibur diri, orang lain, dengan tertawa.

Belajar memaafkan dengan meminta maaf.

Terus melatih diri agar bisa menyampaikan ketidaksetujuan, kekecewaan, dan lain pendapat dengan artikulatif dan asertif.




Tuesday, July 12, 2022

Tiga Lingkaran Kehidupan

Beberapa waktu lalu, saya mendapat proyek untuk membuat sejumlah modul untuk sebuah perusahaan. Salah satu modulnya adalah tentang sikap proaktif. Karena brief dari rekan saya cukup jelas, bahwa modul harus dibuat dengan bahasa yang mudah dipahami dan populer. Saya mengambil satu literatur populer yang ada di ‘top of mind’ saya. Stephen R. Covey dalam bukunya, 7 Habits of Highly Effective People (sebuah cult classic dan pionir dalam genre self help) memuat sikap proaktif sebagai habits pertama untuk diamalkan oleh manusia jika ingin ‘highly effective’. Dalam sub-bab proaktif ini, Covey mengemukakan sebuah konsep yang menurut saya sangat powerful, yaitu circle of concern.



Ilustrasi yang paling mudah dibuat oleh Mas Sabrang dalam menjelaskan 3 lingkaran di atas, circle of control adalah ketika kita mengendarai motor, jalannya motor sepenuhnya ada dalam kendali kita. Circle of influence adalah ketika kita membonceng motor, kita tidak bisa mengendalikan motor, namun kita bisa memberitahu pengemudi arah yang benar, saran rute yang lebih baik, kapan mau berhenti, dan lain sebagainya. Circle of concern terjadi kita papasan dengan motor lain, atau hanya melihatnya dari pinggir jalan, kita bisa saja khawatir motor itu jalannya oleng atau hampir menabrak sesuatu, tapi kita tentu tidak bisa melakukan banyak hal.


Mengenal framework ini cukup membantu saya dalam mengelola pikiran yang selama ini kerap dilabeli ‘overthinking’. Saya sering baper saat memikirkan hal-hal yang ‘jauh’ dari saya. Misalnya saya pernah sangat sedih hingga mengalami emotional breakdown ketika mendengar kabar seorang aktivis ditangkap oleh polisi atas protesnya pada pemerintah, atau hati saya yang selalu merasa teriris saat melihat tuna wisma di jalanan Jakarta. Kenal juga tidak, ngapain sepeduli itu? Lebay ah.


Simpati saya yang mungkin berlebihan tadi tidak selamanya buruk, hal-hal itulah yang kemudian menjadi drive saya dalam bertindak, memilih pekerjaan, dan keputusan untuk belajar lebih lanjut tentang kebijakan publik misalnya, namun saya masih sering ‘terlalu baper’ dalam perjalanannya.


Pada banyak contoh yang beredar, circle of concern diumpamakan sebagai hal yang benar-benar di luar kontrol kita. Keputusan pemerintah sering ditempatkan pada lingkaran ini, kemacetan, mahalnya biaya kesehatan, dan ekonomi yang memburuk seolah-olah hanya bisa masuk pada lingkaran kepedulian kita.


Menarik atau merelakan


Lantas apa? Kita harus ingat bahwa esensi sikap proaktif menurut Covey adalah memperbesar circle of influence kita. Apa yang dapat kita lakukan sebagai warga negara ketika melihat ‘ketidaknyamanan’ yang mengusik circle of control kita? Diam saja, atau menariknya ke circle of influence kita?. Hingga kini saya masih mencoba menavigasi dua strategi ini, memutuskan secara sadar untuk berbuat sesuatu atasnya, atau merelakan. Tapi masa sih sekadar merelakan? Sesusah itu ya bestie legowo :’)


Kemudian saya teringat salah satu hadits arbain yang cukup populer, bahkan pernah dikutip oleh Joe Biden ketika kampanye sebagai calon presiden Amerika Serikat. 


Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]


Maka ijinkan saya meredefinisi konsep circle of concern a la Stephen Covey menjadi:


Circle of Concern : Lingkaran doa

Circle of Influence : Lingkaran dakwah

Circle of control : Lingkaran amal


maaf ya gambarnya jelek wkwk


Jika belum mampu untuk beramal atau bahkan ‘berdakwah’ atas sesuatu yang kita pedulikan, maka semoga kita senantiasa dimampukan untuk mendoakannya.


Aamiin.


Saturday, June 11, 2022

Bekal Perjalanan

Aku lagi di kosan Arin dan tiba-tiba listrik mati setelah petir besar menyambar di tengah hujan deras.

Artinya aku gak bisa menyelesaikan tugas yang sebentar lagi deadline karena sinyal HP juga jadi H doang, gak bisa buat internetan.


Kemarin waktu aku packing buat ke Jogja ini, seperti biasa aku cenderung over-packing, membawa baju-baju yang mungkin gak akan terpakai dan barang-barang lain yang kebanyakan. Sudah begitu, ada saja barang yang terasa penting buat dibawa eh malah ketinggalan.


Untungnya karena cukup sering berpergian, aku menemukan formula yang cukup praktis dalam packing, satu koper, satu ransel, dan satu tas selempang. Semuanya cukup aku bawa sendiri tanpa merasa repot.


Tentang bekal perjalanan di dunia (literally) belakangan aku juga terkesima dengan sebuah channel YouTube: thruhikers yang menceritakan sepasang suami istri yang melakukan perjalanan hiking lintas negara, dari Meksiko, Amerika Serikat, hingga Kanada! Berjalan kaki! Tentu kondisi hiking membuat thruhikers tidak bisa membawa bekal yang banyak. Sehingga mereka merencanakan bekal dengan sangat cermat. Misalnya untuk urusan logistik makanan, mereka mendehidrasi atau mengeringkan beberapa bahan makanan agar lebih awet, kemudian mengirimkan bahan makanan tersebut secara bertahap ke kantor pos di kota-kota yang akan mereka singgahi.


Sungguh sangat strategis dan cermat. 


Mengenai perbekalan ini saya juga excited mengikuti YouTube series yang dibuat oleh Ryan Trahan, kali ini ia memiliki misi mengantarkan koin satu sen ke YouTuber lain, Mr. Beast, dari California ke New York, atau bisa dibilang dari ujung ke ujung Amerika Serikat. Menariknya, Ryan Trahan juga cuma membawa bekal 1 sen, yang harus dia kembangkan berkali-kali lipat agar bisa sampai ke New York.


Di awal, Ryan mencari orang yang mau menjual sebuah pulpen dengan harga satu sen kepadanya, kemudian Ryan menjualnya dengan harga 1 dolar (100 kali lipat). Saya berpikir, transaksi pertama ini ya hanya karena orang kasihan saja. Namun kemudian Ryan sangat persisten dengan misinya, menjual permen, air minum, menawarkan jasa, hingga mengantar makanan dengan aplikasi online, walau hanya berjalan, bersepeda, hingga di hari ke sekian dia mampu menyewa mobil.


Konten yang sangat 'unik'. Oh ya, saya lupa menyebutkan bahwa Ryan juga melakukan penggalangan dana sembari ia melakukan misi ini. Sungguh mulia sekaligus menyenangkan.


Insight lain yang saya ambil, karena ia terus bergerak dari satu kota ke kota lain, Ryan juga sangat efisien dengan bawaannya. Ia membeli sepeda di satu kota untuk membuatnya bisa mengantar makanan, namun kemudian menjualnya lagi ke orang lain ketika ia meninggalkan kota tersebut.


Baik Ryan Trahan maupun truhikers memperjelas bahwa hidup ini adalah rangkaian perjalanan.


Setiap perjalanan, agar lancar harus dipersiapkan dengan baik dan dengan bekal yang cukup serta efisien.


Dan setiap perjalanan tentu harus memiliki tujuan.


Sungguh pun, air mata ini belum kering setiap menyimak tragedi meninggalnya Emmeril Kahn. Satu opini netizen yang menggelitik hati saya, amalan apa yang dimiliki Eril hingga begitu banyak orang yang mendoakannya, bahkan yang tidak pernah kenal seperti saya pun turut merasakan kehilangan yang dalam.


Kemudian @quranreview mengulas sebuah ayat Al Qur'an dan hadits yang sangat indah 


Maryam 96

96. Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).

 

Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril, “Wahai JIbril, sesungguhnya aku mencintai si fulan” Kemudian Jibril pun mencintainya, lalu ia pun menyeru penduduk langit, “Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai si fulan” Maka serempak penduduk langit pun mencintainya, lalu rasa cinta tersebut kemudian diberikan kepada penduduk bumi.

 

HR Imam Ahmad (2/514) dan HR Bukhari 6040, Muslim 2637.

 

Maka semoga kepergian Eril meneladani kita semua, bahwa waktu kita di dunia adalah mengumpulkan bekal, untuk perjalanan sejati menuju JannahNya, aamiin.


Tuesday, March 15, 2022

Midnight Library


Akhirnya saya berhasil menyelesaikan buku pertama tahun ini!, dan buku fiksi pertama juga setelah sekian lama. Setelah menyelesaikan dua buku non fiksi karya Matt Haig tahun lalu, tahun ini saya tertarik untuk membaca salah satu karya fiksinya.

Midnight Library bercerita tentang Nora Reed, perempuan berusia 35 tahun yang sangat 'lelah' dengan hidupnya, merasa sudah tidak ada alasan lagi untuk ia hidup di dunia ini, hingga akhirnya (trigger warning) memutuskan untuk bunuh diri.

Setelah memutuskan mengakhiri hidupnya, Nora 'terjebak' di Midnight Library, secara ajaib punya kesempatan kedua- ketiga, dan seterusnya untuk menjajal skenario lain yang mungkin terjadi dalam hidupnya. "what if" kalau saja... kalau saja Nora serius berlatih renang, kalau saja Nora terus ngeband, kalau saja Nora menikah dengan Dan, mantan pacarnya, atau Ash- dokter bedah yang bekerja di rumah sakit tempat ibunya dirawat.

Matt Haig menggambarkan kondisi depresi yang dialami Nora dengan cukup dekat (tadinya saya mau bilang akurat, namun sepertinya dekat lebih pas). Mungkin karena Matt sendiri (dalam memoarnya Reason to Stay Alive) menjelaskan bahwa ia pernah mengalami depresi.

Saya terkesan dengan kemampuan Matt Haig menggambarkan depresi dan kesedihan di buku ini. Ndilalah, saya juga membaca buku ini setelah kucing saya Momo mati, sama seperti Nora yang kehilangan kucingnya juga. Atau ketika bahkan Mr. Banerjee tetangga Nora yang lansia sudah tidak membutuhkannya lagi.

Saya hampir kesal karena saya kira di akhir cerita, hidup versi sempurna untuk Nora adalah menjadi istri Ash sang dokter bedah dan ibu satu anak yang menggemaskan, namun ternyata itupun bukan hidup sempurna versi Nora. Skenario lain juga setelah disadari lebih lanjut adalah mimpi orang-orang lain untuk Nora. Menjadi atlet kelas dunia adalah mimpi ayahnya, menjadi rockstar adalah mimpi kakaknya, bahkan menjadi glaciologist adalah mimpi yang muncul dari interaksinya dengan Ms. ELm, pustakawati yang nantinya ia 'temui' di Midnight Library. Lalu sebenarnya, apa yang Nora inginkan? bagaimana hidup yang ideal seharusnya untuknya?

Resolusi konflik atau akhir dari cerita di buku ini cukup 'melegakan'. Bukan happy ending yang penuh dengan pelangi atau sedih yang begitu nestapa. Akhirnya, pesan dari buku ini yang bisa saya ambil adalah, walaupun hidup dengan pilihan, kita tidak bisa mencurangi takdir. Setiap pilihan yang kita ambil ada konsekuensinya, dan tidak ada pilihan yang begitu sempurna.

Berikut ilustrasi yang saya rasa cukup menggambarkan bagaimana hidup kita, setelah memaknai cerita Nora di Midnight Library




Tuesday, March 8, 2022

Yang Belum Kita Rayakan Hari Ini

 Mumpung internasional women days belum berakhir. Gue pengen refleksi apa yg gue lakukan beberapa bulan terakhir. 


Setelah bokap berpulang, gue memutuskan untuk stay di rumah. Kemudian beberapa bulan kemudian ndilalah nenek gue sakit.


Sembari semua ini terjadi, kebetulan gue baca bukunya Katrine Marçal yang berjudul "Who Cook Adam Smith Dinner?". Mungkin dari judulnya, udah ada beberapa orang yang bisa nebak, isinya bahas tentang unpaid care work dalam ekonomi, dan beyond.


Gue melihat nyokap gue yang hampir seumur hidupnya menjadi caregiver, buat alm suaminya, anak-anaknya, dan juga orang tuanya. Dalam hati, gue mikir, kayaknya gue gak akan bisa kayak gitu.


Kemudian gue menggali lebih jauh, kenapa gue bisa sampai kepada pemikiran itu. Bener apa kata Marçal, caregiving hampir gak pernah 'diperhitungkan' di dunia- literally diperhitungkan di GDP dan dalam kehidupan sosial.


Caregiving gak bisa dipamerin di CV dan LinkedIn. Ketika cerita-ceritanya mengemuka  pun, sangat potensial untuk hanya dianggap sebagai gerutuan belaka.


Di IWD, hari Kartini, atau hari-hari lain yang merayakan kehebatan perempuan. Biasanya yang ditonjolkan adalah kiprah mereka di luar rumah (wow apakah gue menjadi tradisionalis, wkwk). Bagaimana jika kemudian gue bilang kalau, peran yang dirayakan adalah peran dalam... industri?.


Itu sangat bagus dan gue tidak sedikitpun menentang. Sudah lama perempuan menerima peran caregiving as it is. Sehingga ketika tiba masa kita bisa memiliki peran-peran lain di luar itu dan sangat berhasil, tentu memang patut dirayakan.


Yang sedih adalah ketika kemudian kita mendiskreditkan peran-peran lain yang tidak dirayakan. Sedih juga ya wak ketika apa yang dianggap keren hanyalah apa yang berkontribusi pada GDP. hahaha


Kemudian akan ada sedikit slogan, jadi ibu rumah tangga JUGA keren kok. Padahal yang caregiving juga bukan cuma ibu rumah tangga.


Lalu siapakah yang take care of each other? Apakah akhirnya semua peran caregiving akhirnya akan dikomodifikasi? ngurus anak= masukin di day care, orang tua sudah jompo= masuk assisted care. Ngurus suami juga nanti akan ada suami care? Haha. Apakah solusi unpaid care work adalah dengan menjadikannya paid? Hehe


Sekali lagi tulisan ini tidak dibuat dengan intensi menyalakan pihak. Alih-alih, ini adalah refleksi bahwa ternyata perspektif kita secara kolektif (atau mungkin gue aja, tapi saya yakin bukan cuma gue aja) lol. Bahwa belum lama kita hidup di masyarakat industri, tapi self concept kita sangat terpatri dengan berbagai kerangkanya. Kerangka yang menjadi kerangkeng.


Dengan demikian, mari kita rayakan dengan mengapresiasi peran-peran yang tidak dirayakan oleh ekonomi. Yang dilakukan oleh ibu, bapak, nenek, kakek, kakak, adik, tetangga, ayang atau diri kita sendiri


Take care


Hati-hati di jalan 😌