Showing posts with label karir. Show all posts
Showing posts with label karir. Show all posts

Thursday, December 19, 2019

Mundane Things

Medio 2013, saya dipercaya menjadi penanggungjawab materi untuk OKK (Orientasi Kehidupan Kampus) UI. Artinya saya bertugas untuk menyusun kurikulum dan tugas yang diberikan untuk para mahasiswa baru se-Universitas Indonesia.

Saya tidak akan bicara banyak tentang tugas dan program OKK yang saya susun bersama tim, karena tentu masih jauh dari sempurna. Jika kebetulan Anda adalah peserta saat itu, saya minta maaf.

Justru saya selalu mengingat betapa OKK mengubah saya sebagai individu, yang saat itu bukanlah peserta, melainkan panitia.

Mahasiwa/i UI tiap tahunnya ada sekitar 8000 orang, dan saya harus memeriksa SEMUA tugas yang sudah mereka buat. Walaupun sudah dibagi dengan tim, tugas ini rasanya sangat menyiksa. Saya sangat membenci tugas klerikal yang repetitif.

Pada saat itu saya berdoa, atau lebih tepatnya berkata kepada diri sendiri, "kalau saya bisa melewati semua ini, saya akan menjadi lebih baik di hari kemudian".

Benar saja, penderitaan itu berakhir. This too shall pass. 

Beberapa pekerjaan saya berikutnya (yang profesional dan dibayar) juga sering menuntut saya melakukan hal yang klerikal dan repetitif. Dan, saya baik-baik saja. Saya sudah pernah melewati yang jauh lebih buruk.

What doesn't kill you hurts you so damn bad makes you stronger!

Tuesday, September 10, 2019

"Saya Nggak Bisa Bahasa Inggris"

Di sebuah grup whatsapp, seseorang meminta informasi lowongan pekerjaan. Karena kantor saya kebetulan sedang membuka banyak lowongan, saya teruskan informasi tersebut.

Lalu ia berkomentar "ada lowongan buat posisi X gak mba? lokasi kantornya dimana?", saya jawab pendek "bisa dibaca pada link yang saya kasih mba😊". Dia menjawab lagi "saya nggak bisa Bahasa Inggris mba, gak ngerti".

Jawaban seperti itu sering saya terima, dari orang berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Ketika saya membagikan artikel atau berita dalam Bahasa Inggris. Keluhan yang datang pun sama.

Saya sadar kesempatan untuk belajar dan menguasai bahasa kedua adalah privilege. Tapi bukan lantas hal ini membuat kita tak acuh dan malas belajar bahasa asing. Tidak sedikit juga yang 'bersembunyi' di balik alasan nasionalisme, padahal pemerintah pun berulang kali menyuarakan: "Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing".

Menguasai Bahasa Inggris sendiri sangat mendasar dan penting dalam konteks karir. Bayangkan berapa buku yang belum diterjemahkan ke Bahasa Indonesia yang bisa Anda baca dan berapa orang yang bisa Anda ajak ngobrol jika Anda menguasai bahasa yang sama.

Semoga kita semua semangat mengembangkan kompetensi diri, terutama keahlian bahasa.

Sukses selalu

Tuesday, August 6, 2019

A New Chapter

Masih surreal rasanya,

Kemarin saya memulai hari di kantor baru. Setelah hampir 3 tahun berkantor di gedung dan organisasi yang sama. Kemarin saya pindah.

Ada rasa kagok, bahkan alamat 'work' di aplikasi Grab saya masih gedung kantor lama.

Aargh.

Ini kali pertama saya bekerja penuh waktu untuk for profit company, setelah sejak kuliah saya memilih bekerja di NGO.

hehe

Ada rasa terharu karena onboarding process di perusahaan baru ini terbilang cukup rapih. Ada pengenalan singkat dari HR kemudian dilanjutkan dengan lunch bersama tim saya yang isinya baru 4 orang termasuk saya.

terus lunch nya fancy dong, hahaha #penting

Kemudian seharian dilanjutkan dengan belajar banyak banget hal.

Otak rasanya mendlep mendlep (bahasa apa ituu)

Hehe, need to take more magnesium to relax my muscle

Cheers,
Binar

Monday, February 4, 2019

Tentang Bekerja

one who has why can bear almost any how

Seorang teman pernah menulis adagium itu di status pesan singkatnya. membuat saya mengingat-ingatnya hingga kini.

Tahun lalu saya menandatangani kontrak baru di kantor saya, kali ini untuk membantu proyek konservasi di Papua-pendeknya begitu.

Papua, tak ubahnya Narnia dalam sistem berpikir saya, suatu tempat yang hanya saya kenal lewat layar televisi dan lembaran buku. Dan konservasi alam bukanlah topik saya, walau satu dekade lalu saya sangat gemar membaca artikel tentang go green di majalah Cosmogirl, hehe. Tentu pengetahuan saya tak bisa sebanding dengan kolega-kolega saya yang menyandang gelar doktor bahkan profesor dalam bidang ini.

Tempat baru, teman baru, topik baru. Banyak sekali tantangan (karena saya tidak mau menyebutnya sebagai hambatan) yang saya temui.

Saya mulai frustrasi dan bertanya-tanya akan banyak hal. Apakah yang saya kerjakan ini berguna? apakah betul-betul memberikan dampak? kenapa semuanya seolah begitu rumit dari hulu ke hilir.

Semua pertanyaan itu berujung pada pertanyaan. Kenapa saya bekerja? atau lebih spesifiknya, kenapa saya memilih pekerjaan ini?.

Lama saya berpikir dan mencoret-coret jawaban dalam buku catatan saya. Hingga saya meraih kaus gratisan dari kitabisa.com dengan tagar #orangbaik. Saya ingin jadi orang baik, bisakah? salahkah? terlalu muluk-muluk kah? terlalu narsistis kah?.

Saya ingin jadi orang baik. Lantas bagaimana caranya?

Saya bisa memberi makan anak-anak jalanan. Saya bisa pergi ke timur tengah untuk jihad. Saya bisa mendonorkan darah saya. Saya bisa menikah dan menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya.

He* who has why can bear almost any how.

*and also she, of course

Gagasan menjadi orang baik begitu abstrak, kurang spesifik, tidak operasional. Kemudian saya ingat kutipan milik Eckhart Tolle "salvation is here and now". Sesaat kemudian saya juga teringat brosur Visi Papua 2100 yang dibawa oleh kolega saya.

2100, sebuah angka tahun, 81 tahun dari sekarang. Jika beruntung saya sudah menjadi pupuk subur bagi tanah tempat jenazah saya dikubur kelak. Dan apakah visi-visi itu, yang coba kami bantu wujudkan, akan menjadi kenyataan kelak? siapa tahu, mungkin belum, mungkin kenyataan melebihi.

Tiba-tiba hati terasa ringan, jika bekerja bukan melulu tentang hasil, kita bisa berserah tanpa menyerah. Menanam pohon yang kita tahu tak akan pernah kita nikmati buah atau teduh dahannya.

Saya belum menemukan why ultima saya. Namun barangkali serupa doa yang disisipkan orang tua lewat nama saya, menjadi Binar yang Asri nan Lestari.

Ijinkan, saya menjadi Binar itu, walau hanya redup setitik.

Aamiin