Tadinya, saya mau menulis ulasan dua buku yang saya baca di bulan Januari, yaitu Modern Romance oleh Aziz Ansari dan Show Your Work oleh Austin Kleon. Tapi kayaknya dua buku itu membahas sesuatu yang mirip: perubahan hidup kita setelah internet.
Modern Romance- yang ternyata saya baru tau kalo penulisnya adalah aktor slash stand up comedian, yang habis dituduh melakukan pelecehan seksual- membahas soal dating, pacaran, mencari jodoh you name it, wabilkhusus setelah ada internet dan tentunya beragam media online dating. Sebenernya pas gue remaja juga udah mulai
merasakan mengamati fenomena ini. Kala itu, beberapa temen gue (nahloh tadi saya sekarang gue) kenalan sama cowok lewat nomer yang sms nyasar trus mereka pacaran lewat sms gitu, wtf. Pas udah ada sosmed, sodara gue juga ada yang ketemu jodohnya di internet, ketenmu pertama kali langsung lamaran dan kemudian menikah, sekarang mereka hidup bahagia bersama dua orang anak. Walaupun gak semua kisah cinta internet berakhir manis, fenomena ini juga banyak dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab.
|
sekarang tokobagus jadi OLX yakan? |
Insight utama dari buku ini, iya loh kita masih bahas buku kan. Internet expands pilihan kita tentang calon jodoh potensial. Dan seperti apapun yang banyak pilihannya, orang jadi semakin berlama-lama dan tambah picky memilih pilihan yang ada di depan matanya. Online dating bukanlah dating, ujar Ansari melainkan media perkenalan aja. Maka kopi darat adalah menjadi penting, wakakak. Ya teknologi mungkin belum mengijinkan kita ena-ena virtual, waks. Dan karena kita (jika beruntung) akan hidup dengan orang beneran, bukan dengan persona nya di sosial media.
"We have two selves: a real-world self and a phone self, and the nonsense our phone selves do can make our real-world selves look like idiots." (Aziz Ansari, Modern Romance)
Kamu bisa unduh buku Modern Romance di
sini
Buku kedua adalah "Show Your Work!, 10 Ways to Share Your Creativity and Get Discovered" by Austin Kleon. Panjang ya judulnya, buku ini adalah buku kedua yang saya beli di Google Play Book pake email kakak saya (tanpa sepengetahuan beliau) biar dapet diskon 90%, soalnya jatah akun saya udah buat beli buku Hygge.
Buku ini menerangkan bahwa social media is actually good, terutama untuk para (but not limited to) pekerja kreatif. Sebelumnya, saya selalu risih dengan orang-orang yang terlampau pede memamerkan dirinya di sosmed. Tapi setelah baca buku ini, sesuai dengan yang Kleon katakan:
if your work isn’t online, it doesn’t exist.
Saya sendiri menyaksikan beberapa orang yang rising di jagad maya, misalnya
Diana Rikasari atau
Suhay Salim. Mereka konsisten dengan karya mereka sehingga bisa sampe kayak sekarang. And I? nontonin doang, wkwk.
Yang saya highlight dari buku ini adalah betapa kita harus menghargai proses. Jadi inget, dulu pas kecil saya sering kepengen menang lotre, tiba-tiba terkenal, tiba-tiba jadi dokter dan tiba-tiba yang lain. Kemudian saya sadar bahwa pendidikan adalah satu-satunya hal yang tidak bisa dibeli hanya dengan uang. Belajar adalah tentang proses, dan tidak jarang memang pedih. Kita lihat selebgram sekarang bisa hidup foya-foya, tapi di balik itu pasti ada struggle yang gak mereka perlihatkan ke publik. Atau ada tagihan utang yang memnti dibayar tiap bulan, hehe #julid. We never knows
Selain dua buku tadi, saya juga baru menemukan tv series yang membuat umm... Pernah gak abis nonton atau baca sesuatu trus kita kayak mindf*cked gitu. Haha, diem, mikir, bingung.
Begitulah yang saya rasakan kalau habis nonton episode demi episode Black Mirror.
Black Mirror adalah serial tv Inggris yang ditayangkan di Netflix sejak Desember 2011. Berbeda kayak tv series pada umumnya. Black Mirror lebih mirip antologi yang ceritanya gak nyambung tiap episodenya. Tapi ada tema besarnya: teknologi dan kehidupan manusia.
Saya gak mau spoiler ceritanya di sini. Tapi intinya, kalau kalian nonton dari season 1 episode 1. Siap-siap bereaksi "apaan sih inih?!" atau simply "what the f**k".
Kalau kalian butuh stimulasi buat berpikir tentang eksistensialisme, tonton satu aja episode Black Mirror, abis itu kalian akan mikir:
kenapa kita suka banget mempermalukan orang?
kenapa kita berbuat baik?
kita ngumpulin uang untuk apa sih?
apa kamu percaya orang yang kamu sayang gak bohong?
apa yang terjadi setelah kita mati?
dll dsb dst ampe mumet
Black Mirror menohok kita dengan sarkasme yang begitu dekat dengan kehidupan manusia. It's science fiction, but it doesn't seems like fiction at all.
At the end of the day, kita tau bahwa apa yang ada di internet itu tidak nyata
but
what is real, anyway?