Ada istilah dalam bahasa inggris dan bahasa jawa yang dulu saya kira tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Trailblaze atau mbabat alas, sebuah aktivitas membuka lahan (yang mana biasanya berupa hutan) untuk dijadikan ladang pertanian dan atau pemukiman.
Sebenernya mau ngomong banyak tentang teori pembangunan ekonomi a la Rostow tapi gak usah lah ya.
Jadi intinya adik-adik, semua hal itu pasti ada mulanya, tidak ‘mak jegagig’ tiba tiba ada. Sawah di deket sekolah kakak saya itu jelas dulunya hutan, kawasan SCBD itu dulu tempat jin buang anak.
Oke, balik ke mbabat alas, ternyata ada kata yang definisinya hampir sama di kamus besar bahasa Indonesia, yaitu teroka
Meneroka, mungkin akhirnya itu jadi highlight hidup saya beberapa tahun ke belakang.
Walkisah, setelah lulus S1 saya bekerja di sebuah organisasi yang sangaaat besar, namanya Perserikatan Bangsa Bangsa. Memang ‘cuma’ di kantor urusan pembangunan nya di Indonesia. Tapi saat itu saya menjadi sekrup kecil dari sebuah sistem yang sangat besar.
Hari hari saya jengah dengan mematuhi aturan yang seabrek abrek. Mau aturan apa aja dari ukuran amplop hingga tarif bayar pemuka agama? ada.
Little did I know, pengalaman saya yang penuh kejengahan itu sedikit banyak saya ‘bawa’ ke perjalanan karir saya berikutnya.
Di sebuah malam yang random, Agi ngajakin (atau mungkin lebih tepatnya nyuruh) saya bikin Think Policy jadi ✨social enterprise✨.
Singkat cerita, di sebuah sore yang random saya juga diajak Pras bikin ✨Badan Layanan Umum✨ yang mengurusi Museum dan Cagar Budaya, kelak lembaga ini punya nama beken yaitu Indonesian Heritage Agency.
Dan kesamaan dari dua lembaga tersebut, yang kira2 mengambil hampir seluruh waktu late 20s saya, haha. Setelah jadi saya tinggalin.
Lol, sebenernya saya sudah cukup lama mencari padanan yang bisa membantu saya meromantisasi pengalaman tersebut. Hmm kayaknya seperti doula yang membantu ibu bersalin (karena ide berdirinya institusi tadi tidak berasal dari saya), atau arsitek juga tidak menempati rumah yang ia rancang. Gaudi mati tidak pernah melihat Sagrada Familia selesai dibangun.
Halaaakh
Kemudian, hari ini saya menemukan kata itu, peneroka. Saya membayangkan leluhur saya, Demang Candrajaya I datang ke Banyumas untuk membuka lahan di sana. Gak mudah pasti, tapi akhirnya keturunannya kawin mawin dan lahir di situ.
Sebenarnya mungkin begitulah nature-nya manusia.
Memulai
(Ya kadang jadi eksplotasi juga sih, LOL)
Di ulang tahun saya yang ke-30 tahun kemarin saya bersyukur. Begitu banyak hal yang saya mulai. Dulu gadis kabupaten ini sendirian pergi ke Jakarta buat kuliah di UI. Saya masih ingat betapa deg2an nya naik KRL ke Stasiun Palmerah, untuk kemudian jalan kaki ke kantor Kompas mendaftar magang (yang akhirnya gak diterima).
Dan berkat pekerjaan juga saya bisa ke Sabang sampai Papua (sayang Merauke belum). Bertemu begitu banyak orang dengan cerita-cerita yang luar biasa.
Gila yah seru banget hidup tu 🥰
Mungkin nanti suatu saat saya akan menetap di suatu tempat seperti manusia modern paska agrikultur (jiakh).
Hingga saat itu tiba, mungkin saya akan terus meneroka,
Mbabat alas
(Lah mengko alase entek gae IKN)
wkwkwk
No comments:
Post a Comment