Suatu hari aku pernah bertanya kepada Ibu, apa cita-citanya dulu
"Punya sumur" katanya, kemudian Ibu bercerita bagaimana dia dulu harus berjalan sekian puluh meter ke kali untuk ngangsu atau mengambil air di kali. Aktivitas mencuci pakaian pun dilakukan di kali, dan ini sangat melelahkan. Jadi memiliki sumur di rumah sendiri adalah kemewahan yang tak hingga buat Ibu di masa kecilnya.
Bahkan tak terpikirkan pompa air dan keran yang bisa menyala setiap saat. Ibu sekarang sudah memiliki jauh melampaui apa yang ia imajinasikan berpuluh tahun lalu.
"Lalu apa lagi Bu?," tanyaku
"Jendela kaca, dulu Ibu pernah melihat orang kaya sedang membersihkan jendela rumahnya sampai kinclong, kok sepertinya asyik sekali"
"Kok sekarang sudah punya jendela kaca, malah jarang dibersihkan?"
"Malas, hahaha"
Kemudian kami tertawa bersama. Aku coba gali lagi, tapi nampaknya mimpi-mimpi Ibu selanjutnya fokus kepada orang lain, suaminya, anak-anaknya, dan orang tuanya. Aku urung bertanya lebih jauh.
Senang rasanya mengetahui bahwa Ibu sudah bisa menggapai cita-citanya. Betapapun remeh di mataku. Sekaligus iri, andai saja cita-citaku sesederhana cita-cita Ibu.