sumber gambar |
Hari itu, saya tidak terkena dampak peristiwa di atas. Saya tinggal 5 menit jalan kaki jauhnya dari kantor. hal ini memberikan sederet kemewahan bagi saya, termasuk ngulet di kasur alih-alih dempet-dempetan di kereta.
Saya menyebutnya psychological cost
Saya belum riset sih kalau terminologi ini beneran ada atau enggak. Singkatnya gini, Biaya kos saya di Depok setengah biaya kos saya di Jakarta. Jika ditambah biaya transportasi pun masih lebih murah kalau saya milih ngekos di Depok. nah tapi dengan kasus tadi, tentu saya akan lebih capek kalau menjadi penglaju Depok-Jakarta. Biaya yang saya keluarkan untuk membuat saya less capek ini adalah psychological cost.
Sotoy benar ya
Nah, tapi less capek ini bukan berarti serta merta lebih sejahtera ya. karena ada banyak variabel lain seperti kualitas hunian saya yang lebih buruk saat ngekos di Jakarta, ruang publik yang kurang asri dan lain pelbagainya.
Intinya, psychological cost ini menjawab berbagai pertanyaan tentang, misalnya: "milih kerja gaji gede tapi gak seneng, atau gaji kecil tapi seneng" atau "milih nikah sama yang tajir tapi gak nyambung diajak ngobrol atau yang klop tapi proletar" haha. Psychological cost memberi perspektif baru dalam memilih dan tidak melulu mengutamakan benefit berbentuk uang.
Namun lagi-lagi masalahnya adalah, kesejahteraan terlalu sulit diukur secara mutlak dan terlalu banyak variabel lain. Dalam kasus milih pekerjaan misalnya, bagaimana jika pekerjaan gaji besar namun tidak kita suka itu justru lebih mengembangkan diri kita sedangkan pekerjaan yang kita suka malah membuat kita terjebak dalam zona nyaman.
Ah, memang sukar mengukur kebahagiaan, buat apa pula? Gimana menurut Kamu?
Bahagia mah bahagia aja keles,
Binski
*) ini artikel ngawur yang sama sekali ndak ilmiah, nggak usah serius serius lah :p
Bin aku agree banget sama tulisanmu! Banyak orang (terutama freshgrad) yg ga mempertimbangkan hal-hal tersebut (jarak, lingkungan/kerjaan yg bikin bahagia) ketika milih tempat kerja. Yg diliat cuma angka gajinya aja.
ReplyDeleteDan setuju banget juga kalo yaudah intinya mah yang penting bahagia. "Bahagia mah bahagia aja keles"
Iya Dyani, yang kasian kalau dia sudah meilih itu dan akhirnya terjebak dalam pilihannya sendiri, huhu
Delete