Beberapa tahun lalu saya dikagetkan oleh seorang figur publik yang 'tiba-tiba' lepas jilbab. Saya beri tanda kutip karena saya yakin bahwa proses itu tidak mungkin tiba-tiba, dia mungkin menjalani berbagai kegalauan yang tidak tampak dari kejauhan.
Kakak saya kemarin berkelakar tentang seorang temannya yang 'hijrah'. Penampilannya berubah drastis katanya, pakai celana cingkrang dan menumbuhkan jenggot yang mungkin tidak cocok dengan feature wajah Asia nya. Kalau perempuan, yang hijrah ya berjilbab panjang menjulur hingga dada, memakai pakaian yang lebih longgar hingga aurat tertutup sesempurna mungkin.
Saya tidak akan menyinyiri siapapun.
Saya justru ingat waktu saya jadi volunteer Jakarta Fashion Week 2014 lampau. Saya berdesak-desakan di mushola mall untuk sholat maghrib, fi tempat wudhu saya bertemu dengan seorang model yang sering saya lihat di majalah. Saya bahkan melirik ke name tag nya untuk memastikan bahwa itu dia. Mungkin saya terlalu tinggi hati untuk tidak syok bahwa sholat juga kewajiban Mbak model itu. Hal yang sama juga saya amati ketika berkunjung ke kost salah satu sahabat saya, banyak sekali doa dan dzikir yang ia tulis dan tempel di dinding, ketika saya heran melihatnya, dia cuma berkata "Iya soalnya aku belum hapal". Dan ya, iya dia belum berjilbab.
Hati saya mengecil, saya takut kalau kualitas ibadah saya kalah dengan saudari-saudari saya yang belum menutup auratnya dengan sempurna, yah saya pun belum.
Mari memperbaiki, dari dalam dan luar, dan berhenti menghakimi saudara/i kita. Karena sesungguhnya kita sedang hijrah ke tujuan yang sama.
#selfreminder